Sukamawati Soekarno: Pemerintah Harus Militan Lawan Radikalisme

Sukamawati Soekarno: Pemerintah Harus Militan Lawan Radikalisme

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Anak dari Presiden pertama Indonesia Soekarno, Sukmawati Soekarno Putri menilai paham radikalisme masih menjadi sebuah demam yang terus diperangi. 

Menurut Sukmawati, pemerintah harus dapat lebih militan untuk menghalau kelompok-kelompok berpaham radikal.

"Pemerintah harus militan juga menghadapi kelompok seperti mereka," kata Sukmawati dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Divisi Humas Polri bertajuk 'Bangkitkan Nasionalisme bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme' di Gedung Tribrata, Jakarta, Senin (11/11/2019).

Menurutnya, pemerintah sudah cukup tegas dalam menindak paham serta gerakan radikal di Indonesia. Meski demikian, Sukmawati tetap meminta agar pemerintah menindak merujuk pada pedoman Hak Asasi Manusia (HAM).

"Pemerintah sudah cukup tegas, tapi kita berpedoman dengan HAM, kalau terlalu menekan juga tidak baik. Inilah suasana demokrasi. Kita juga harus memberikan kesempatan kepada mereka selama mereka tidak mengacau," sambungnya.

Pada kesempatan tersebut, Sukmawati sempat berseloroh ihwal sosok yang berjasa terkait kemerdekaan Indonesia. Kepada para peserts diskusi ia bertanya, siapa yang berjasa merebut kemerdekaan : Nabi Muhammad SAW.

Mulanya, Sukmawati bercerita tentang teagedi Perguruan Cikini (Percik) pada 30 November 1957 lalu. Peristiw, tersebut, kata Sukmawati, menjadi awal mula terjadinya terorisme di Indonesia.

"Di dalam perjuangan membangun bangsa dan negara bangsa Indonesia ini. Saya dari kecil umur 6 tahun, saya menjadi saksi hidup mulainya adanya nya terorisme," papar Sukmawati.

Sukmawati bercerita, awalnya Bung Karno diserang oleh kelompok terorisme menggunakan granat. Saat itu, Bung Karno diminta membuka acara bazar di Perguruan Cikini.

"Bung Karno diundang untuk membuka bazar. Bazar sudah siap sedia untuk menyambut presiden datang. Presiden itu turun dari mobil anak-anak sekolah guru dan lain sebagainya begitu turun (ledakan)," jelasnya.

"Mereka itu atau orang yang Islam sempit pikiran yang hanya melihat paling mulia adalah yang mulia nabi Muhammad dan hanya boleh Alquran dan hadis. Lain pengetahuan, Lain ilmu atau apa itu kafir, toghut," sambung Sukmawati.

Sukmawati mengatakan, hingga kekinian kelompok radikal masih tetap eksis. Sebab, kelompok semacam itu kerap memberi cap kafir kepada orang-orang.

"Oh ini loh yang dimaksud pemimpin saya atau bapak saya ya bung Karno, kelompok sempit pikiran yang suka royal dengan kata-kata kafar kafir kafar kafir. Jadi zaman Bung Karno kelompok sempit pikiran itu sudah ada sampai saya nenek-nenek masih ada," kata dia.

"Sekarang saya mau tanya, yang berjuang di abad 20 itu nabi yang mulia Muhammad atau Insinyur Soekarno? untuk kemerdekaan Indonesia?," tutup Sukmawati.[ak]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita