2018 Berlalu, Apa Kabar Kasus Sumber Waras dan Lahan Cengkareng?

2018 Berlalu, Apa Kabar Kasus Sumber Waras dan Lahan Cengkareng?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menutup tahun 2018, kepemimpinan Gubernur DKI Anies Baswedan menuai apresiasi. Selama setahun lebih memimpin Ibu Kota, raport Anies dinilai positif dan mampu membangun Jakarta tanpa kegaduhan.

Bahkan, dibawah kepemimpinan Anies Pemprov DKI Jakarta untuk pertama kalinya berhsil meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Namun demikian, mantan Menteri Pendidikan itu dinilai masih menyisakan pekerjaan rumah (PR) yang harus direalisasikan pada tahun 2019.

Jakarta Public Service (JPS) mencatat, PR Anies yang paling diingat publik adalah penyelesaian kasus RS Sumber Waras dan lahan Cengkareng yang hingga kini belum jelas.

Apalagi, dua skandal warisan pemerintahan era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu sempat membuat gaduh Ibu Kota Negara.

Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) M Syaiful Jihad mengatakan, bahwa kasus dugaan korupsi pembelian lahan RA Sumber Waras dan lahan Cengkareng seakan luput dari perhatian disepanjang 2018. 

Karenanya, dia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DKI Jakarta pimpinan Bambang Widjojanto bekerjasama dengan KPK RI agar segera mengambil langkah-langkah konkrit dalam menuntaskan persoalan tersebut.

“KPK punya tanggungjawab besar menyelesaikannya, kalau tidak mau disebut tidak bernyali mengusut kasus tersebut,” ujar Syaiful saat berbincang dengan TeropongSenayan, Jakarta, Jumat (4/1/2019).

Syaiful berharap, Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini KPK Jakarta lebih pro aktif dalam upaya mengembalikan atau menyelamatkan uang rakyat yang menguap dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras dan lahan di Cengkareng.

Dia juga meminta agar oknum-oknum terkait yang diduga ikut kecipratan uang haram tersebut segera dimejahijaukan.

Dengan begitu, lanjut Syaiful, kasus ini nantinya akan terang benderang dan sekaligus mengakhiri polemik yang menurutnya sudah menjadi rahasia umum. 

"Segera bawa ke proses hukum. Biar tidak menjadi preseden buruk bagi Pemprov," tegas aktivis HMI itu.

“Karena kalau tidak, justru ini bisa dianggap (pemerintahan Anies) melakukan pembiaran, bahkan melindungi dugaan korupsi ini. Kasus ini harus terus diblow-up dan tidak dilupakan,” tambah dia.

Batalkan Pembelian RS Sumber Waras

Terpisah, politisi Gerindra, Inggard Joshua mendesak Pemprov DKI Jakarta segera membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras

Sebab, menurut mantan anggota Fraksi NasDem DPRD DKI ini, proses pembelian lahan itu memang sudah bermasalah sejak awal. Dana pembelian lahan itu dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2014, era Gubernur Ahok.

“Pemprov harus menyelamatkan kerugian daerah, yang ditimbulkan akibat pembelian lahan dengan nilai mencapai Rp 800 miliar tersebut,” ujar Inggard.

Pemprov, kata dia, tidak perlu takut untuk membatalkan pengadaan lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras, Kartini Muljadi itu.

Sebab, berdasarkan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), telah ditemukan potensi kerugian negara berupa kelebihan bayar sebesar Rp 191 miliar. 

"Temuan BPK tidak bisa kadaluwarsa, walau sudah berjalan lama. Jadi tidak ada pilihan lain, kecuali melaksanakan putusan tersebut," tegas Inggard.

Diketahui, sebelumnya, Pemprov DKI memang sempat mewacanakan bakal membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras. 

Bahkan, di awal kepemimpinan Anies-Sandi, keduanya sudah pernah menagih selisih Rp 191 miliar yang merupakan selisih harga berdasar NJOP kepada Yayasan Sumber Waras. Namun, pihak Sumber Waras menolak untuk membayar.

Inspektur DKI Jakarta Zainal mengatakan, pihaknya masih akan terus menagih uang itu.

"Harus kami tagih terus. Makanya kami mau cari gimana teknisnya, apakah harus ke pengadilan lagi. Ini belum ada kami putuskan," ujar dia baru-baru ini.

Terkait lahan Cengkareng Barat, Zainal mengatakan, bahwa pihaknya juga mengajukan gugatan kembali.

"Kalau yang Cengkareng itu, kalau masalah hukumnya kan masih tetap. Kalau pencatatan akuntansinya, supaya ada dasar hukum pencatatannya supaya tidak dua pencatatan, antara Dinas Perumahan dan Dinas KPKP. Makanya kami minta Dinas Perumahan mengajukan gugatan, sehingga nanti aset itu tetap tercatat di Dinas KPKP. Jadi ada dasar pencatatannya," kata Zainal.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membeli lahan seluas 4,6 hektare di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2015 seharga Rp 668 miliar dari Toeti Noezlar Soekarno.

Pembelian dilakukan Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta (sekarang bernama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta). Lahan itu dibeli untuk pembangunan rumah susun (rusun).

BPK menilai ada indikasi kerugian negara saat proses pembelian lahan tersebut. Penyelidikan kasus lahan Cengkareng Barat kemudian sempat melibatkan Bareskrim Polri.

Pada saat itu, upaya mediasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan Toeti sempat dilakukan. Namun tak ditemui kata sepakat. Toeti justru mengajukan gugatan hukum terhadap Pemprov DKI Jakarta.

Pada 6 Juni 2017 majelis hakim yang menangani kasus itu memutuskan perkara tidak dapat diterima. Dengan kata lain, Pemprov menang dan lahan seluas 4,6 hektare itu kembali ke tangan pemerintah.

Meski demikian BPK menilai adanya kerugian negara akibat pembelian lahan itu. Uang senilai Rp 668 harus dikembalikan terlebih dahulu sebelum Pemprov DKI menggunakan lahan tersebut.[tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita