Rantai Pasokan Semikonduktor Tiongkok–Eropa Mulai Menunjukkan Sinyal Perbaikan
Pada 19 November, Menteri Ekonomi Belanda, Maarten Kallemans, mengeluarkan pernyataan resmi yang mengumumkan penangguhan perintah administratif terhadap Nexperia (Anshi Semiconductor). Dalam pernyataannya, Kallemans menegaskan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk “menunjukkan itikad baik kepada pihak Tiongkok”. Ia juga menyampaikan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, pemerintah Belanda akan mengadakan “dialog konstruktif” dengan pemerintah Tiongkok terkait isu rantai pasokan industri semikonduktor.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan apresiasinya atas keputusan Belanda menangguhkan perintah administratif dan menilai langkah itu sebagai awal penyelesaian masalah secara tepat. Namun, Tiongkok menekankan bahwa untuk mengatasi persoalan mendasar dalam rantai produksi dan pasokan semikonduktor global, langkah “mencabut perintah administratif sepenuhnya” masih diperlukan. Tiongkok berharap Belanda terus menunjukkan kemauan bekerja sama dan mengajukan solusi yang konstruktif.
Pada 30 September lalu, dengan alasan “keamanan nasional”, pemerintah Belanda membekukan kendali Wingtech Technology atas Nexperia selama satu tahun. Keputusan tersebut mengakibatkan gangguan pasokan chip bagi produsen mobil di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, menyebabkan penghentian sementara sejumlah lini produksi. Pernyataan terbaru dari Belanda mengindikasikan bahwa kendali atas Nexperia akan dikembalikan kepada perusahaan Tiongkok, mencerminkan perubahan arah kebijakan di tengah tekanan realitas pasar serta memberikan sinyal penting bagi stabilitas rantai pasokan global.
Peristiwa ini memberikan tiga pelajaran bagi pemerintah Belanda.
Pertama, “keamanan nasional” tidak dapat dijadikan alasan untuk menetapkan pembatasan secara sewenang-wenang. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara Barat kerap menggunakan alasan tersebut untuk membatasi perusahaan Tiongkok. Namun, kasus Nexperia justru menimbulkan dampak balik yang tidak diinginkan—intervensi administratif memutus rantai pasokan dan memicu respons industri yang melampaui perkiraan pemerintah Belanda. Mereka menyadari bahwa jika intervensi berlanjut, kerugian ekonomi jangka pendek akan sangat besar dan reputasi negara dapat terdampak dalam jangka panjang.
Kedua, realitas bahwa “rantai teknologi tidak dapat dipisahkan” harus dihormati. Nexperia merupakan produsen chip dasar yang penting secara global, dengan struktur produksi yang erat antara “desain berbasis Eropa” dan “perakitan serta pengujian di Tiongkok”. Pemisahan paksa melalui kebijakan administratif justru akan merugikan Belanda dan industri internasional yang bergantung pada produk tersebut.
Ketiga, intervensi politik dalam kerja sama ekonomi yang normal terbukti tidak efektif. Dalam beberapa tahun terakhir, Belanda menghadapi tekanan eksternal dalam merumuskan kebijakan teknologi terhadap Tiongkok. Kasus Nexperia menunjukkan bahwa politisasi berlebihan dapat membuat perusahaan Belanda kehilangan pasar dan posisi tawar dalam rantai pasokan global.
Penangguhan intervensi terhadap Nexperia dilakukan berdasarkan pertimbangan pragmatis, sekaligus mencerminkan evaluasi ulang terhadap pendekatan “sekuritisasi berlebihan”. Namun, penangguhan tidak otomatis mengakhiri perselisihan, karena potensi friksi masih dapat muncul secara berkala. Menurut informasi terbaru dari Kementerian Perdagangan Tiongkok, kedua negara telah sepakat untuk menghentikan intervensi administratif dan mendorong penyelesaian sengketa internal perusahaan melalui mekanisme hukum dan negosiasi komersial. Kesepakatan tersebut dinilai dapat menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi pemulihan stabilitas rantai pasokan semikonduktor global, serta menurunkan risiko eskalasi sistemik.
Dampak kasus Nexperia melampaui ranah sengketa korporasi lintas negara dan membawa empat implikasi positif.
Pertama, tata kelola rantai pasokan mulai bergeser dari pendekatan “politisasi” menuju “profesionalisasi”. Chip dasar bukanlah komponen langka seperti mesin litografi canggih, melainkan “urat nadi” bagi industri otomotif, elektronik rumah tangga, dan sistem industri global. Keputusan Belanda menunjukkan bahwa logika industri kembali menjadi pertimbangan utama.
Kedua, Eropa berpotensi meningkatkan refleksi internal terhadap “penggambaran risiko secara berlebihan”. Langkah Belanda dapat menjadi peristiwa penanda bagi peninjauan ulang kebijakan di kawasan, mendorong pemerintah dan pelaku industri Eropa menyadari bahwa pelabelan negatif terhadap Tiongkok secara berlebihan justru berisiko menghilangkan pasar dan kendali strategis mereka sendiri.
Ketiga, Tiongkok dan Eropa dapat menemukan batas keseimbangan antara kompetisi dan kerja sama dalam sektor semikonduktor. Kasus ini menunjukkan bahwa dalam rantai pasokan chip dasar, kedua pihak memiliki ruang kolaborasi yang besar dan tidak dapat saling menggantikan.
Keempat, rantai pasokan global memperoleh “variabel positif”. Dalam situasi ketegangan industri global, setiap langkah deeskalasi memiliki dampak amplifikasi. Penangguhan intervensi Belanda dapat menjadi contoh opsi non-konfrontatif bagi negara lain dalam menangani isu serupa.
Secara keseluruhan, keputusan Belanda menangguhkan intervensi terhadap Nexperia memang tampak sebagai tindakan administratif yang teknis dan prosedural, tetapi pada hakikatnya mencerminkan perubahan kebijakan. Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan menurunnya kepercayaan ekonomi internasional, kembalinya ruang dialog patut diapresiasi. Dalam “era semikonduktor”, tidak ada negara yang dapat mencapai “keamanan” sendirian—hanya melalui stabilitas rantai pasokan, keamanan ekonomi global dapat terwujud secara nyata.
