Inilah, Bos Maling Dipalak Wartawan Maling

Inilah, Bos Maling Dipalak Wartawan Maling

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - "Power  tends to corrupt," kata Filsuf Lord Acton (1834 -1902). Itu bukan hanya untuk pejabat publik. Wartawan juga. Penulis 'merah-hijau'-nya berita. Pembentuk opini publik.

Maka, wartawan bisa disogok. Untuk mengubah merah jadi hijau. Atau menurunkan gradasi merah, jadi kurang merah. Korupsi.

Kalau wartawan terima sogok, merekayasa kebenaran, hukumnya jelas: Dipecat. Dipermalukan. Fotonya dimuat di media tempatnya bekerja. Supaya medianya bersih.

Wartawan pasti takut menerima sogok.

Tapi, power wartawan bisa dimanfaatkan siapa pun. Muncul-lah penyamar wartawan. Dialah penerima sogok. Pencari sogokan: Memeras.

Pada 1980-an penyamar wartawan bergerak berkelompok. Berkumpul mencari mangsa. Bergerak bersama-sama.

Waktu itu ada iklan televisi (di TVRI), obat Bodrex. Digambarkan: Pasukan Bodrex (berbentuk barisan obat, tablet) bergerak menyerang musuh sakit kepala. Berbaris rancak. Kompak. Kelihatan lucu.

Penyamar wartawan, disebut Bodrex oleh wartawan beneran. Sebagai penghinaan. Supaya tobat. Kini disebut Wartawan Abal Abal. Belum juga tobat.

Karena, polisi ragu bertindak. Gamang menafsirkan. Apakah itu pelanggaran etik profesi, ataukah pelanggaran pidana? Kalau etik profesi bukan urusan polisi.

Film pendek ini dibuat mantan Wartawan Jawa Pos, Djono W. Oesman. Jelas. Tegas. Menjawab keraguan Polri. Bahwa itu pelanggaran pasal 369 KUHP. Pemerasan.

Sekaligus, memukul wartawan abal abal. Pukulan telak.

Tapi, simak-lah dengan teliti film ini: Pukulan telak ke arah dua pihak. Kena semua.

Narasumber jangan berbuat salah. Memberi bungkusan, tanda salah. Terjadilah: Maling besar dipalak maling kecil.

Sedangkan maling kecil, masih dipalak maling lebih kecil: Pengamen.

Luar biasa. Silakan ditonton. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita