Kesaksian Sjafrie Sjamsoeddin saat Soeharto Melawat ke Bosnia

Kesaksian Sjafrie Sjamsoeddin saat Soeharto Melawat ke Bosnia

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Soeharto ke Bosnia

www.gelora.co - Kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Afghanistan mengingatkan pada perjalanan penuh risiko yang pernah ditempuh Presiden RI ke-2 Soeharto. Mulai dari lapangan terbang yang penuh bidikan senjata hingga terdengarnya tembakan meriam, Sjafrie Sjamsoeddin menuturkan semuanya.

Dalam buku berjudul Pak Harto: The Untold Stories, mantan Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Sjafrie Sjamsoeddin menuliskan kisah Soeharto ke Bosnia.

Kedatangan Soeharto pada 1995 ke Bosnia terbilang nekat. Bagaimana tidak, kala itu konflik di Balkan tengah panas-panasnya. Ribuan rakyat Bosnia menjadi korban, tentara Serbia menggelar aksi kejam untuk memusnahkan etnis Bosnia, bahkan pembantaian terhadap Muslim Bosnia tercatat sebagai genosida paling mengerikan setelah Perang Dunia II usai.

Namun begitu, kedatangan Soeharto ke Bosnia sebenarnya bukan tanpa tujuan. Ia pergi membawa misi untuk menengahi konflik serta menunjukkan simpatinya pada umat Muslim di sana yang diserang oleh kelompok etnis lain.

Selain Sjafrie, perjalanan Soeharto ditemani oleh Menteri Sekretariat Negara Moerdiono, Menteri Luar Negeri Ali Alatas, diplomat senior Nana Sutresna, ajudan presiden Kolonel Soegijono, juru foto kepresidenan Saidi, dan beberapa orang lainnya, termasuk wartawan Antara dan RRI.

Ketika rombongan Soeharto sampai di daratan Eropa, sebuah pesawat milik PBB yang melintas di Bosnia ditembak jatuh pada 11 Maret 1995. Kejadian itu meningkatkan tekanan bagi rombongan Indonesia. Namun, Soeharto memutuskan untuk tetap pergi ke Sarajevo, ibu kota Bosnia, pada 13 Maret.

Hari keberangkatan Soeharto pun tiba. Dari Kroasia, rombongan Soeharto yang terdiri dari seorang perempuan petugas PBB serta 14 orang Indonesia bertolak ke Sarajevo. Setelah terbang selama kurang lebih satu jam menggunakan pesawat buatan Rusia, Soeharto tiba di Bosnia.

Sejak awal menjejakkan kaki di tanah Bosnia, Soeharto terus menerima pengawalan ketat. Namun Soeharto nampak tidak peduli terhadap gentingnya situasi.

Ia bahkan sempat tidak mau memakai rompi antipeluru seberat 12 kilogram yang dikenakan anggota rombongan lainnya.

"Eh Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja," ujar sang presiden kepada Komandan Paspampresnya.

Padahal, setibanya rombongan di Sarajevo, Sjafrie sempat melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk merontokkan pesawat terbang. Memang lapangan terbang itu tengah dikuasai oleh dua pihak. Pihak militer Serbia menguasai landasan dari ujung ke ujung, sementara kiri dan kanan landasan dikuasai oleh Bosnia.

Soeharto ke Bosnia

Demi mengamankan Presiden, Sjafrie mempertaruhkan nyawanya dengan mengenakan jas dan kopiah hasil pinjaman agar terlihat seperti Soeharto. “Ini dilakukan untuk menghindari sniper mengenali sasaran utamanya dengan mudah,” tulis Sjafrie.

Tidak hanya Paspampres, PBB juga telah menyediakan beberapa kendaraan lapis baja pengangkut personel (APC) untuk menjaga rombongan Soeharto. Dengan APC, Soeharto melanjutkan perjalanan ke pusat kota Sarajevo.

Setelah melewati sniper valley --sebuah lembah yang penuh dengan penembak jitu dari kedua pihak yang bertikai-- Soeharto akhirnya tiba di tujuan pertamanya yakni istana kepresidenan Bosnia. Kala itu istana berada di kondisi yang sangat memprihatinkan. Mulai dari ketiadaan air, harus mengambil air bersih dengan ember, hingga Sjafrie yang mendengar suara tembakan meriam dari jarak dekat istana.

Sjafrie sempat bertanya ke Soeharto, meyakinkan tekadnya untuk melanjutkan kunjungan ke Bosnia yang berbahaya.

"Ya, kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang ya kita datang saja. Kita tengok. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik dan mereka menjadi tambah semangat,” jawab Pak Harto.

Mendengar jawaban Soeharto membuat Sjafrie terkesima.

"Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah,” imbuh Sjafrie.

Add caption

Meski tidak diikuti dengan konferensi internasional mengenai penyelesaian masalah Bosnia seperti yang direncanakan, lawatan itu menghasilkan berdirinya masjid megah di ibu kota Bosnia. Masjid yang dibangun dari hasil penyaluran bantuan dermawan Indonesia itu diresmikan pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri. Hingga kini masyarakat Bosnia menyebut masjid itu dengan nama Masjid Soeharto atau Masjid Indonesia. [kmp]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita