Poltekkes Tanjung Selor Soroti Penyakit Berpotensi KLB

Poltekkes Tanjung Selor Soroti Penyakit Berpotensi KLB

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Kabupaten Tanjung Selor, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), menjadi pusat perhatian upaya pencegahan penyakit menular yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara fokus menangani campak, Demam Berdarah Dengue (DBD), AIDS, Tuberkulosis (TB), dan malaria sebagai prioritas utama, dengan strategi surveilans aktif dan intervensi dini. Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Tanjung Selor, sebagai lembaga pendidikan vokasi kesehatan terdepan di wilayah ini, aktif menyoroti isu tersebut melalui program edukasi dan pengabdian masyarakat. Direktur Poltekkes Tanjung Selor, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menekankan bahwa pencegahan KLB memerlukan kesadaran kolektif. “Penyakit-penyakit ini berpotensi jadi KLB jika tidak ditangani dini. Kami dorong mahasiswa dan kader desa jadi garda terdepan surveilans,” ujar Dr. Siti.


Artikel dari laman https://poltekkestanjungselor.org menyoroti fokus Dinkes Kaltara pada penyakit berpotensi KLB. Usman, Kepala Dinkes Kaltara, menyatakan, “Sekarang kita fokus pada kejadian campak. Beberapa kejadian campak di Kaltara itu juga berpotensi menjadi KLB.” Campak, yang menyerang anak usia 6 bulan hingga 5 tahun, telah muncul beberapa kasus di Malinau—kabupaten perbatasan—sehingga tim Dinkes siap dikerahkan. Strategi termasuk vaksinasi massal dan edukasi orang tua tentang gejala seperti demam tinggi dan ruam kulit. Untuk DBD, Usman menekankan kewaspadaan cuaca, karena nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di genangan air. “DBD berpotensi KLB karena kondisi cuaca yang mendukung,” katanya. Pencegahan difokuskan pada 3M (Menguras, Menutup, Mendaur ulang) untuk basmi sarang nyamuk.

Selain itu, AIDS, TB, dan malaria jadi prioritas pemerintah. Usman menjelaskan, “Kasus AIDS meningkat, tapi pencatatan dan pelaporan di Dinkes baik, sehingga kenaikan terdeteksi cepat.” TB, sebagai prioritas Asta Cita Presiden, ditangani dengan skrining dini. “Kita berharap kepada kabupaten/kota untuk melakukan penguatan skrining guna menemukan secara dini kasus TB yang ada agar dapat segera dilakukan penanganan,” tegasnya. TB bisa disembuhkan dalam 6 bulan, tapi stigma masyarakat masih jadi hambatan. “Meskipun jangka panjang yang pengobatannya sekitar 6 bulan, tapi bisa disembuhkan. Memang masih ada stigma di masyarakat terkait TB ini. Saya rasa stigma ini harus dilawan, karena penyakit TB ini bisa disembuhkan, bukan penyakit kutukan.”

Poltekkes Kemenkes Tanjung Selor merespons dengan program pengabdian. Melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL), 100 mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat turun ke desa-desa seperti Malinau untuk edukasi campak dan DBD. Dr. Siti Nurhaliza menambahkan, “Kami latih kader desa skrining TB dan malaria dengan tes cepat. Di Kaltara, mobilitas perbatasan tingkatkan risiko impor penyakit, jadi surveilans aktif krusial.” Poltekkes juga sediakan lab portabel untuk uji darah, mendukung Dinkes deteksi dini.

Dampaknya, kasus campak turun 30 persen sejak Juni 2025, dan skrining TB capai 80 persen di kabupaten prioritas. Ke depan, Poltekkes rencanakan workshop anti-stigma TB pada 2026, terintegrasi dengan Germas. Dengan sorotan Poltekkes Tanjung Selor, Kaltara siap lawan potensi KLB—edukasi, skrining, dan kolaborasi jadi senjata utama untuk masyarakat sehat.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita