OLEH: FAIZAL ASSEGAF*
GEMAR menipu dan mencuri dalam praktek kekuasaan Joko Widodo menjadi tabiat. Mirip cerita kawanan tikus di gorong-gorong: sangat licik, lincah dan super rakus.
Usai berbohong soal proyek mobil fiktif Esemka, menumpuk utang luar negeri, garong anggaran Covid-19, pesta rampok aneka tambang-kini bernafsu maling uang rakyat melalui modus Tapera. Luar biasa brengsek!
Aktor utamanya masih terpusat pada Joko Widodo. Bahkan jauh sebelum jadi Presiden, praktek "politik pinokio" terlibat skandal TransJakarta senilai Rp1,5 triliun. Setelah naik ke level kekuasaan nasional, aneka mega korupsi bebas dilakoni.
Lumpuhnya peran pengawasan DPR, BPK dan berujung KPK dimandulkan, membuat rezim Jokowi makin semena-mena. Celakanya nyaris para elite partai di lingkar kekuasaan terlibat rupa macam kasus dan dirantai di pagar Istana.
Joko Widodo menjadi sentrum kekacauan bernegara. Warga Rempang tergusur dan merintih atas hak tanah mereka. Rakyat Papua, TNI dan Polri menjadi korban kekerasan berdarah. Di sejumlah daerah lainnya, kekayaan alam dirampok.
Lebih mengerikan, berbagai aset dan keuangan BUMN menjadi lapak empuk kejahatan KKN ratusan triliun. Bahkan sederetan kementerian terseret pesta-pora anggaran negara. Bagi-bagi proyek mengalir ke pundi-pundi elite partai.
Di sisi lain, arus kejahatan korupsi dan kolusi membuat jejaring oligarki bebas mendulang faedah. Hanya dalam waktu hampir 10 tahun, kekayaan sejumlah konglomerat meroket ratusan bahkan ribuan triliun, luar biasa fantastik.
Di tengah perlombaan menguras kekayaan alam dan sumber ekonomi, dinasti Jokowi makin semena-mena. Anak, mantu dan ipar terlibat berburu jabatan kekuasaan. Watak nepotisme yang sangat agresif dan tanpa malu.
Bahkan jelang turun dari kekuasaan, Jokowi dan dinasti politiknya makin menggila. Muncul upaya "kebijakan maling" uang rakyat melalui modus Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Wajar bila rakyat melakukan perlawanan.
Waspada: Dulu Esemka, Kini Tapera…
*(Penulis adalah Inspirator Partai Negoro)