Ganjar Pranowo Tak Paham Narasi 'Petugas Partai' Dari Megawati

Ganjar Pranowo Tak Paham Narasi 'Petugas Partai' Dari Megawati

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Narasi 'petugas partai' yang sering didengungkan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, tampaknya tidak dipahami oleh Ganjar Pranowo dengan baik.

Padahal, narasi yang sering diarahkan untuk Presiden Joko Widodo itu juga ditujukan kepada semua kader PDIP.

Demikian analisis dari analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menanggapi konflik internal PDIP antara Ganjar dengan Puan Maharani menuju Pilpres 2024 mendatang.

"Ganjar Pranowo gagal memahami budaya politik PDIP dalam enam tahun terakhir, dan PDIP gagal memahami perubahan budaya politik masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (26/5).

Menurut Ubedilah, dalam 6 tahun terakhir, PDIP seperti disandera oleh keterpaksaannya mendukung Jokowi sejak Pilpres 2014 hingga 2019.

"Sebab faktanya berkali-kali Megawati marah kepada Jokowi, sehingga Megawati menegaskan bahwa kader PDIP adalah petugas partai, termasuk Presiden Jokowi harus tunduk pada arahan partai," kata Ubedilah.

Narasi tersebut, sambung Ubedilah, sesungguhnya merupakan teguran keras dari Megawati. Sehingga pada waktu itu, Jokowi akhirnya melakukan reshuffle kabinet dan menambah jatah kursi kabinet untuk PDIP.

Narasi petugas partai dari Megawati inilah yang disebut Ubedilah sebagai salah satu perubahan budaya politik PDIP. Tapi tampaknya tidak dipahami oleh Ganjar Pranowo secara baik.

"Komunikasi langsung antara Ganjar Pranowo dan Megawati dalam bingkai petugas partai ini tidak berjalan dengan baik. Di sisi lain, Ganjar sibuk menangkap sinyal demokrasi digital yang begitu kuat saat ini soal pentingnya menyapa publik secara intensif melalui media digital yang kemudian mendongkrak popularitasnya," sambung Ubedilah.

Di satu sisi, elite PDIP di Jakarta, menurut pandangan Ubedilah, lebih fokus terhadap apa yang dilakukan Ganjar secara subjek, bukan sebagai Gubernur Jawa Tengah.

Mereka tidak melihat dinamika masyarakat Jawa Tengah dengan segala kompleksitas digital dan mampu direbut oleh Ganjar dengan baik.

"Sehingga terus membuat Ganjar mengalami kenaikan elektabilitas. Desakan masyarakat digital pada Ganjar Pranowo ini mirip-mirip dengan kasus Jokowi. Tetapi elite PDIP tampaknya makin sadar bahwa situasi seperti ini tidak selamanya akan menguntungkan PDIP," terang Ubedilah.

Namun di sisi lainnya, kata Ubedilah, Ganjar juga lupa bahwa saat ini PDIP memiliki Putri Mahkota yang berpengalaman sebagai Menko dan kini menjabat Ketua DPR RI, yaitu Puan Maharani.

"Pada Pilpres 2014 saat Jokowi mengalami situasi dukungan masyarakat digital, saat itu Putri Mahkota belum punya pengalaman sebagai Menteri dan Ketua DPR RI. Sehingga tidak ada kompetitor kuat di internal PDIP. Jadi Ganjar Pranowo secara internal menghadapi kompetitor yang kuat di internal PDIP saat ini, berbeda dengan Jokowi saat itu," pungkas Ubedilah.[rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA