Sebagian Besar Ekonomi Asia Tenggara Butuh Waktu Lama untuk Keluar dari Resesi, Khususnya Indonesia

Sebagian Besar Ekonomi Asia Tenggara Butuh Waktu Lama untuk Keluar dari Resesi, Khususnya Indonesia

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Beberapa kekuatan ekonomi di Asia Tenggara diprediksi lebih berhasil dalam mengatasi wabah virus corona. Tetapi, menurut seorang ekonom dari bank Jepang Nomura, ketidakpastian global akan membatasi tingkat pemulihan ekonomi di kawasan tersebut.

“Secara umum untuk kawasan ini adalah pemulihan bentuk ‘U’ terbaik, menurut saya, karena masih penuh ketidakpastian dan saya pikir risikonya masih condong ke sisi bawah,” kata Euben Paracuelles, Kepala Ekonom Asean Nomura, mengatakan kepada CNBC.

Pemulihan bentuk ‘U’ biasanya berarti sektor ekonomi menghabiskan waktu lebih lama di dasar resesi sebelum akhirnya secara bertahap pulih.

Indonesia dan Filipina misalnya, dua negara terpadat di Asia Tenggara, yang hingga kini masih berjuang untuk mengendalikan penyebaran penyakit virus Corona atau Covid-19 secara lokal.

Kedua kekuatan ekonomi itu sangat menderita.

Indonesia pada Rabu (5/8), melaporkan kontraksi ekonomi pertamanya dalam lebih dari dua dekade setelah PDB kuartal kedua menyusut 5,3% dari tahun lalu, sementara Filipina pada Kamis (6/8), mencatat kontraksi 16,5% tahun-ke-tahun, sebuah rekor terdalam bagi negara itu.

Filipina minggu ini juga memperketat penguncian di ibu kota Manila dan provinsi-provinsi terdekat, yang menurut Paracuelles sebagai sebuah langkah yang selanjutnya akan sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi.

Ekonom tersebut mengatakan kedua pemerintah baik Indonesia maupun Filipina, menghadapi urgensi yang lebih besar dalam mendukung ekonomi masing-masing.

Dia mencatat bahwa pemerintah Filipina belum mengeluarkan dana sebanyak beberapa negara di kawasan itu untuk meningkatkan perekonomian.

“Jika tidak segera terjadi, saya khawatir hal itu akan menimbulkan lebih banyak kekhawatiran, ketidakpastian bisnis akan tetap tinggi, dan oleh karena itu menghambat pemulihan,” katanya.

Untuk Indonesia, Paracuelles mengatakan semakin lama pihak berwenang mengendalikan wabah, semakin sulit langkah-langkah stimulus untuk meredakan dampak pada ekonomi.

Sementara itu, Paracuelles menjelaskan bahwa meskipun Thailand tampaknya berhasil menahan peningkatan wabahnya, ekonominya masih akan mengalami hambatan besar dari kemerosotan pariwisata.

Krisis sektor pariwisata kemungkinan akan berlanjut sampai kontrol perbatasan dilonggarkan atau vaksin tersedia, yang memungkinkan orang untuk bepergian lagi.

Sebuah laporan yang dirilis bulan lalu oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perdagangan dan Pembangunan menyebut Thailand sebagai salah satu negara yang bisa menderita pukulan ekonomi terbesar akibat terdampaknya pariwisata.

Dalam skenario paling optimis, Thailand akan kehilangan 9%, atau sekitar Rp667 triliun, dari produk domestik bruto.

“Sebelum pandemi virus corona, satu-satunya mesin ekonomi utama Thailand sebenarnya adalah pariwisata dan sektor terkait,” kata Paracuelles.

“Jika itu disingkirkan, sebenarnya tidak banyak yang akan meningkatkan ekonomi di negara itu.”

Sedangkan Singapura, meskipun negara itu mengurangi langkah-langkah penguncian parsial selama lebih dari sebulan, tetapi wabah virus corona baru secara global dapat mengancam permintaan luar negeri untuk barang dan jasa negara itu, menurut Paracuelles.

Perekonomian Singapura bergantung pada permintaan eksternal mengingat pasar domestiknya yang kecil. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita