Pro Kontra Hasil Gugatan Pilpres 2019, Ada Agenda Mengganggu Stabilitas Politik

Pro Kontra Hasil Gugatan Pilpres 2019, Ada Agenda Mengganggu Stabilitas Politik

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Langkah Mahkamah Agung (MA) yang baru mengunggah hasil putusan atas gugatan sengketa pemilu yang dilayangkan pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri dan kawan-kawan dipersoalkan. Apalagi gugatan tersebut merupakan persoalan yang serius dengan putusan bahwa PKPU 5/2019 bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu.

Peneliti Indonesia Popular Survey (IPS), Teguh Hidayatul Rachmad mengatakan, titik penting dari gugatan Rahmawati cs di MA adalah waktu dan ruang yang akhirnya akan mempengaruhi opini publik di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Artinya bahwa pengumuman MA yang terlalu lama setelah sembilan bulan, membuat opini publik menjadi pro dan kontra.

"Saya melihat bahwa ada momentum yang pas sewaktu MA mengumumkan gugatan tersebut, yaitu tentang kontroversi RUU HIP," jelas Teguh kepada Harian Terbit, Rabu (8/7/2020).

Teguh menilai, ada agenda politik yang dibawa terkait release putusan MA atas gugatan Rahmawati dengan momentum RUU HIP. Oleh karena itu bukan tidak sah jabatan Presiden Jokowi pasca putusan MA tersebut. Karena KPU juga mempunyai landasan yuridis terkait pemilihan capres dan cawapres sehingga Pilpres 2019 memenangkan Jokowi-Maruf sebagai presiden-wakil presiden Indonesia.

"Disinilah dialektika dimainkan untuk menggoncang stabilitas politik," tandasnya.

Direktur Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana Yusuf bertanya-tanya mengenai hasil putusan yang keluar 7 hari setelah pelantikan Jokowi-Maruf. Selain itu, lanjutnya, pengumuman ke publik pada Juli 2020 juga perlu mendapat penjelasan yang detai. Ini menyangkut legitimasi pmerintah & kebijakan yang telah diambil.

"Etika hukumnya seharusnya KPU tidak menetapkan presiden sebelum gugatan Ibu Rachmawati diputuskan MA," kata Gde Siriana dalam akun Twitter pribadinya, Selasa (7/7/2020).

Nasi Jadi Bubur 

Aktivis Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA), Sya'roni mengaku menyesalkan kenapa putusan MA terkejut gugatan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan Rachmawati baru keluar sekarang. Sementara Pemilu 2019 dengan beragam dinamikanya sudah dianggap selesai. Bahkan dua kandidat Capres yakni Jokowi dan Prabowo juga sudah bekerja sama dalam kabinet.

"Mestinya gugatan-gugatan yang terkait dengan Pemilu disidangkan secepat-cepatnya sebelum tahapan Pemilu selesai," ujar Sya'roni kepada Harian Terbit, Rabu (8/7/2020).

Sya'roni pun mempertanyakan motif keputusan MA yang baru keluar sekarang. Keputusan MA tersebut diibaratkan 'nasi sudah menjadi bubur'. Karena saat ini Jokowi sudah dilantik menjadi Presiden. Keputusan MA terlambat keluarnya. Oleh karena itu keputusan MA selanjutnya menjadi catatan tersendiri untuk perbaikan Pemilu yang akan datang.

"Termasuk menjadi catatan juga untuk DPR agar memilih anggota KPU yang lebih kapabel dan profesional. Sekedar diingat saja, penyelenggaraan Pemilu 2019 banyak catatan yang harus diperbaiki. Di antaranya, Peraturan KPU tidak boleh bertentangan UU dan pengumuman hasil Pilpres tidak boleh dilakukan tengah malam," paparnya.

Tak Berlaku Surut

Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri terhadap Pasal 3 Ayat 7 PKPU Nomor 5 Tahun 2019. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah mengatakan, putusan tersebut tidak berlaku surut. "Kalau di hukum tidak ada hukum berlaku surut karena ada azas legalitas," ujar Abdullah di Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Selain memutus pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017, MA menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita