Kenapa Ribut Dengan Satgas Covid-19 Dan Ramuan Herbavid-19

Kenapa Ribut Dengan Satgas Covid-19 Dan Ramuan Herbavid-19

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

Oleh: Haris Rusly Moti
SAYA pernah menyampaikan kritik yang diedarkan di media sosial yang mempertanyakan perasaan kemanusiaan para pejabat negara dan daerah, mempertanyakan peran parpol dan calon kepala daerah dalam situasi teror wabah corona yang sangat mencekam.

Ketika itu saya mempertanyakan kenapa di saat rakyat terpapar diteror pandemi Covid-19 dan terhimpit secara ekonomi, kelaparan, tapi mereka tak kelihatan batang hidungnya? Kenapa para pejabat itu tak bagi-bagi masker, handsanitizer hingga sembako kepada rakyat yang sedang kesulitan? Bukankah di musim kampanye mereka rajin turun ke dapil untuk bagi-bagi kaos, kalender, sembako, hingga duit cash ke rakyat?

Karena itu, saya sangat mengapresiasi ketika dibentuk Satgas Covid DPR untuk mengkoordinasikan aksi sosial kemanusiaan yang dilakukan anggota DPR. Bila perlu, 70 persen aktivitas anggota DPR saat ini berada di dapilnya untuk membantu meringankan penderitaan yang sedang dialami rakyat.

Kenapa Ributkan Herbavid 19?

Pada awal kasus corona diumumkan menginfeksi sejumlah warga Jakarta, ketika itu situasi di Ibu Kota Negara memang terasa mencekam. Apalagi saat itu sejumlah pejabat negara dan daerah, di antaranya Menhub Budi Karya diumumkan terinfeksi corona. Beberapa dirjen di kementerian juga diumumkan wafat terinfeksi Covid-19.

Situasi yang mencekam itu makin diperparah oleh tidak adanya harapan bagi setiap orang untuk dapat sembuh jika terinveksi Covid 19. Ketika itu, tak ada perusahaan obat, termasuk BUMN Farmasi (Kimia Farma, Indofarma dan Phapros), juga tak ada perusahaan jamu nasional dan lokal yang berani mengumumkan bahwa produk obat atau ramuan jamunya dapat mencegah penularan atau menyembuhkan Covid-19.

Bahkan sejumlah BUMN Farmasi yang selama ini tampil dengan produk obat-obatannya, ketika itu tak ada batang hidungnya. Minimal mereka itu memproduksi masker, sarung tangan hingga handsanitizer yang saat itu sangat langka dan mahal, itupun tidak dilakukan perusahaan "pelat merah" itu, pada saat situasi memanggil dan membutuhkan peran mereka.

Tentu kita bersyukur jika dalam situasi yang mulai tenang dan terkendali saat ini, sejumlah perusahaan jamu nasional dan lokal kemudian tampil dengan produknya yang katanya dapat mencegah penularan Covid-19. Namun, bayangkan saja situasi yang mencekam saat itu, bukankah mereka juga tak tampil menawarkan solusi pengobatan untuk menyembuhkan atau mencegah penularan virus corona?

Dalam situasi tidak ada harapan itulah, maka masing-masing orang mencari pegangannya sendiri, mencari jalannya sendiri untuk menemukan obat atau ramuan, diantaranya dengan bersumber dari informasi yang beredar di news link maupun medsos. Ada juga yang menggunakan jaringan para ahli ramuan obat herbal untuk meramu sejenis jamu yang dapat menyembuhkan dari virus corona.

Saya masih ingat, saat itu ada seorang dokter mengatakan bahwa ramuan jahe merah dapat mencegah penularan Covid-19, maka beramai-ramai orang mendatangi pasar, memburu dan memborong jahe merah, hingga jahe merah menjadi komoditi langka, harganya meroker hingga di angka Rp. 150.000/ kg.

Pada waktu yang lain, saya juga baca opini yang beredar di medsos yang menjelaskan bahwa buah jambu merah dapat menambah kekebalan tubuh dan mencegah penularan virus corona, maka beramai-ramai lah orang memborong buah jambu merah, hingga harganya meroket dari Rp. 7.000/ kg menjadi Rp. 25.000/ kg.

Saya yakin jika saat itu, ada perusahaan jamu nasional dan lokal, atau BUMN Farmasi berani mengumumkan produk ramuan jamu atau produk obatnya yang dapat menyembuhkan atau mencegah penularan Covid-19, maka pasti produknya akan diburu dan diborong oleh masyarakat, sebagaimana jahe merah hingga jambu merah.

Saya juga yakin, Sufmi Dasco Ahmad bersama beberapa rekannya yang positif tertular Covid-19 ketika itu juga tak akan repot mengumpulkan para ahli untuk membuat ramuan Herbavid-19. Demikian juga seluruh pasien yang positif Covid-19, mereka pasti berbondong-bondong memburu dan memborong produk jamu nasional dan atau obat obatan produk BUMN Farmasi.

Karena itu, apa yang salah dengan ramuan Herbavid-19 yang disalurkan secara gratis oleh Satgas Covid DPR kepada mereka yang terinveksi Covid-19? Anggaran untuk membeli Herbavid-19 sama sekali tak menggunakan anggaran negara. Herbavid-19 menurut keterangannya juga bukan ramuan impor dari China. Memang ramuan Herbavid 19 mengacu pada buku panduan penanganan Covid-19 di Wuhan. Namun, Herbavid-19 adalah ramuan yang diracik dengan menggunakan delapan jenis bahan herbal yang berasal dari alam Indonesia? Hanya tiga bahan yang tak tersedia di Indonesia yang dibeli dari China.

Bukankah ketika itu menemukan obat atau ramuan jamu yang dapat menyembuhkan dari virus Covid-19, termasuk membeli dari negara lain adalah sebuah respon positif dan spontan dari seorang yang berkehendak untuk dapat sembuh dari  pandemi corona? Sebagaimana dijelaskan di atas, ketika tak ada produk nasional, baik ramuan jamu maupun jenis obat-obatan, maka setiap orang ketika itu mencari cara dan jalanya sendiri-sendiri, menemukan obat atau jenis ramuan, agar dapat sembuh atau terhindar dari penularan virus corona.

Bisa dibayangkan, tekanan kepada mereka yang dinyatakan positif terinfeksi corona, raganya digerogoti oleh penyakit, mentalnya juga terteror dan dibunuh oleh beragam virus informasi yang menakutkan tentang corona.

Ketika seorang dinyatakan positif terinveksi virus corona, itu pasti terasa seperti langit mau runtuh, membayangkan anak dan istrinya yang berpotensi tertular. Apalagi membayangkan tak ada obat yang dapat menyembuhkan.

Jadi sangat wajar dan manusiawi jika orang seperti Sufmi Dasco Ahmad, yang menjadi Wakil Ketua DPR RI, menjadikan pengalaman pribadinya yang pahit itu, dan merasa dapat sembuh dari Covid 19 setelah mengkonsumsi ramuan Herbavid 19, sebagai dasar untuk membantu orang-orang yang dinyatakan positif terinfeksi corona.

Kenapa Satgas Covid DPR?

Pada saat situasi yang mencekam itu, saat itu kita memang belum melihat pimpinan dan anggota DPR tampil melakukan aksi ekstrakonstitusional untuk membantu rakyat yang sedang terkapar secara ekonomi, terancam lapar. Saya kemudian menyampaikan kritik terbuka di medsos. Maka, saya sangat mengapresiasi ketika dibentuk Satgas Covid 19-DPR RI.

Menurut keterangannya, Satgas Covid DPR RI akan mengkoordinasikan bantuan kemanusiaan dari anggota DPR untuk disalurkan kepada rumah sakit, hingga ke rakyat yang membutuhkan di setiap dapil anggota DPR. Saya menyebutnya aksi ekstrakonstitusional, karena yang dilakukan bukanlah tugas utama DPR yang diatur oleh konstitusi.

Fungsi konstitusional DPR itu adalah mengawasi pemerintah, membahas RUU yang diajukan oleh pemerintah, hingga fungsi budgeting. Menjadi kewajiban publik untuk mengkritisi fungsi konstitusional DPR, seperti menentang dan menolak Perppu Corona yang akan diajukan ke DPR, hingga RUU Omnibus Law yang merampas hak-hak rakyat yang sedang dibahas oleh DPR.

Namun, di luar fungsi konstitusional itu, terutama dalam menghadapi situasi darurat sosial kemanusiaan, sudah menjadi kewajiban bagi setiap anggota DPR untuk terpanggil perasaan kemanusiaannya, menjalankan fungsi ekstrakonstitusional untuk membantu rakyat. Aksi ekstrakonstitusional adalah aksi sosial dan kemanusiaan, seperti menyalurkan obat-obatan hingga sembako, sepatutnya menjadi tanggungjawab kemanusiaan dan sosial yang mesti dipikul oleh setiap anggota DPR, terutama dalam menghadapi situasi darurat sosial dan kemanusiaan.

Apalagi saat ini, setiap memasuki wilayah perkampungan atau pedesaan, saya membayangkan banyak sekali rakyat kita yang hidup dari pendapatan harian, mereka pasti kesulitan tak bisa memberi makan kepada anak dan istrinya. Jangankan lauk-pauk, beras saja tak mampu beli. Demikian juga mereka yang menganggur atau ter-PHK, pasti sedang kesulitan ekonomi. Mereka membutuhkan bantuan dari segenap mereka yang mampu.

Selain aksi ekstrakonstitusional Satgas Covid DPR yang sedang berjalan, kita tetap menanti aksi sosial kemanusiaan dari konglomerat kaya yang hidup dari kekayaan Indonesia. Terutama DR. Dato Sri Thahir, temannya Bill Gates, yang sering kali tampil menyalurkan bantuan sosial. Kemana orang ini? Kok tidak ada batang hidungnya saat virus corona memangsa bangsa Indonesia?
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita