Menguak Tabir Kasus Kivlan

Menguak Tabir Kasus Kivlan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh Muhammad Yuntri  (Praktisi hukum di Jakarta) 

Kiprahnya sudah puluhan tahun sbg tokoh nasional, termasuk membebaskan pelaut Indonesia dari Sandera bangsa Moro di Philippina, kok bisa-bisanya dituduh melakukan makar dan senpi ilegal untuk membunuh para petinggi rezim ? 
Beralasankah tuduhan itu?

Jenderal TNI Riyamizar angkat bicara, Mahfud MD ahli hukum senior mempertanyakan adanya missing link yang terputus memungkinkan Kivlan harus dibebaskan dari jerat hukum. Walau Moeldoko menyentil agar kasus ini tidak diarahkan ke masalah politik.

Saat konpress Wiranto dan Kapolri Tito di kantor Menkopolhukam minggu lalu seolah memastikan fakta Yang dituduhkan itu adalah benar.
Dari penjelasan tersebut tersirat dan menimbulkan beberapa pertanyaan terkait kasus, yaitu :
1. Bolehkan BAP Tsk 
     dibocorkan polisi ke publik ?
2. Bisakah Penetapan TSK 
     tanpa didahului gelar 
     perkara ? (Hal yg sangat 
     subjektif), padahal tidak 
     kasus OTT. 
3. Apakah sudah terjadi “Trial 
     saat pra-ajudikasi oleh 
     polisi”?

Untuk menjawab ke-3 pertanyaan di atas, inilah saatnya polisi membuktikannya secara promoter profesional, modern dan terpercaya kepada masyarakat, dan Reputasi polri seolah dipertaruhkan atas tuduhan pada tokoh gaek senior ini. Kalau tidak terbukti maka hal itu bisa berbalik pada kapolri sendiri yang sudah sesumbar mengatakan adanya rangkaian rencana pembunuhan terhadap 4 pigur petinggi negara (W, BG, LBP, GM) yang diotaki Kivlan Zen, dengan bukti pembiayaan dari Kivlan untuk pembelian senjata dan lain-lain.

Analisa kasus :
Dari framing yang dipaparkan kapolri terkesan seolah cukup meyakinkan, sumber data yang berasal dari pembocoran BAP para Tsk dan pengembangan dari kasus tsb kemudian memaparkannya di depan publik diikuti beberapa barang bukti senpi yang telah dimodifikasi serta siap pakai oleh para pelaku.

Tapi sebaliknya, Kivlan secara fakta membantah tegas dengan cerita yang berbeda. 
Sekitar 3 bulan lalu Iwan yang pernah diminta tolong utk kegiatan demo anti PKI di momentum hari peringatan Supersemar memberi dukungan sumbangan sejumlah dana, tiba-tiba memberitahu Kivlan bahwanya ada rencana pembunuhan terhadap dirinya oleh para 4 petinggi negara ini melalui BIN katanya, maka untuk mengantisipasi nya Iwan mendapat tugas melindungi Kivlan dan dipekerjakan lah sebagai sopir pribadi kemana-mana.

Tentang kepemilikan senpi tidak pernah ada transaksi yang melibatkan Kivlan. Tuduhan tidak berdasar tsb mestinya dibuktikan dg transaksi antara si pembeli atau penjual senpi dan spesifikasi barang buktinya. Kalau tidak terbukti dan adanya mata rantai yang terputus (missing link) dalam kasus ini, maka Kivlan harus dibebaskan dari segala tuduhan, sebagaiman pendapat Mahfud MD.

Kondisi terkini adalah, Iwan dkk sbg Tsk kasus senpi, tidak bisa dibezuk sama sekali oleh penyidik, dikhawatirkan mereka berada di bawah tekanan dalam pembuatan BAP sehingga fakta berubah menjadi opini dan kemudian dipakai polisi untuk menjustifikasi konpress oleh kapolri bersama Menkopolhukam beberapa hari lalu di kantor menkopolhukam.

Untuk mengimbangi info yg disampaikan kapolri, Kivlan melalui kuasa hukumnya sudah bersurat kepada Dirkrimum polda untuk Gelar perkara secara terbuka dan fair  agar status Tsk yg dialamatkan kepada Kivlan punya dasar yang jelas dan teruji. 
Karena bagaimanapun polri harus bekerja secara promoter, mengacu kepada protap dan KUHAP sebagai dasar hukum bertindak selaku penegak hukum. Serta tidak diperkenankan untuk menganalogikan atau menafsirkan hukum sesukanya. 
Saat ini polisi terkesan telah memvonis Kivlan bersalah saat konpress tersebut. Maka sangaltlah tidak tepat jika dikatakan  telah terjadi trial by pra-ajudikasi oleh polisi padahal semua pihak harus menghormati azas praduga tidak bersalah presumption of annaution sebelum kasus tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Sedangkan untuk kasus makar yg dutuduhkan pada Kivlan, hal ini sangat sukit diterima. Mengingat kebebasan mengwmukakan pendapat tsb duatur okeh UU No.9 tahun 1998. Dan hal itu merupakan bagian dari HAM yang sudah melekat pada diri setiap manusia sejak lahir, yang semestinya dilindungi oleh negara.

Apalagi dengan ada perubaha konstitusi UUD"45 perubahan, dimana MPR bukan lagi sebaga tertinggi negara yang berwenang memiki dan mengangkat presiden, melainkan pemilihan presiden dilakukan langsung oleh rakyat melalui pilpres. Dalam arti arti presiden itu adalah mandataris rakyat.
Jadi kalau rakyau tidak percaya lagi sama presiden yang dipilihnya, naka rakyat berhak menyampaikan aspirasinya kapan saja yang juga dilindungi oleh UU. Dengan demikian unjuk rasa denga  segala aktivitasnya sepanjang  tidak melanggar UU tidak bisa dikategorikan sebagai delik makar. 
Tuduhan makar yang ditujukan kepada Kivlan dapat diduga adanya analogi hukum pidana oleh kepolisian yang harus dibuktikannya dan penetapan tsk untuk kasus tersebut haruslah melalui tahap gelar perkara lebih dulu, kalau tidak masyarakat maupun para ahli hukum lebih cenderung beranggapan kasus tersebut bernuangsa politis. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita