Proses Demokrasi di Era Jokowi Telah Menghinakan Pancasila, Stop Situng KPU!

Proses Demokrasi di Era Jokowi Telah Menghinakan Pancasila, Stop Situng KPU!

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) menyebut proses demokrasi di era Jokowi-Jusuf Kalla ini adalah proses yang paling buruk sepanjang sejarah Indonesia.

Bukan hanya  teramat buruk, semua proses yang terjadi malah telah menghinakan Pancasila sebagai dasar negara, falsafah hidup dan anutan demokrasi di Indonesia.

"Dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, kami simpulkan, bahwa Pemilu 2019 ini adalah yang paling buruk dan telah menghina Demokrasi Pancasila serta mengkhianati keadaulatan rakyat Indonesia,” tutur Jurubicara Jaringan Aktivis ProDem, Nicho Silalahi dalam keterangan persnya di Jakarta.

Dia mengatakan, aspirasi dan protes mereka itu pun telah disampaikan melalui aksi unjuk rasa yang digelar di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.

Nicho menilai bukti-bukti kecurangan yang ada merupakan pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif.

“Petahana dan juga institusi penyelenggara Pemilu yaitu KPU telah melakukan kecurangan, dengan tidak berjalannya asas Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” katanya.

Asas-asas Pemilu itu telah dilanggar sejak mulai persiapan awal Pemilu. Nicho menilai pengadaan kotak suara yang terbuat dari kardus merupakan salah satu pelanggaran asas yang telah dilakukan KPU.

“Apalagi iklim Indonesia yang tropis, kotak kardus itu sangat mudah rusak. Kerahasiaan surat suara dalam kotak suara diragukan,” ujarnya.

Selain itu, sudah diingatkan sejak awal agar KPU memperbaiki dan memastikan kevalidan data para pemilih di pemilu 2019, namun tidak pernah digubris.

"Jadi, patut dipersoalkan soal jumlah Daftar Pemilih Tetap atau DPT yang invalid itu mencapai 17,5 juta pemilih,  yang hingga pelaksanaan coblosan tidak divalidasi dengan benar, tidak dituntaskan," terangnya.

Sementara, anggaran KPU sangat besar dalam menunjang pelaksanaan Pemilu yang baik. Akan tetapi pencocokan dan penelitian terhadap data penduduk invalid tidak diselesaikan.

"Maka patut diduga ada penyelewengan anggaran KPU," tegasnya. 

Di sisi lain, masuknya Warga Negara Asing (WNA) sebagai pemilih juga disorotinya sebagai pelanggaran fatal dan jelas menghina kedaulatan Indonesia.

"Pemilu 2019 menjadi paling memalukan. kecurangan di mana-mana, menyebar keseluruh wilayah Indonesia hingga ke Malaysia, dan seterusnya," ujarnya.

Belum lagi, praktik money politics dan bagi-bagi sembako marak terjadi jelang pemilu. Dan itu semua dibiarkan begitu saja, tanpa penindakan yang tegas dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya.

Termasuk, dalam hal ini politik uang yang dilakukan oleh politisi yang berafiliasi langsung dengan calon presiden tertentu. 

"Harusnya, ini menjadi evaluasi secara besar-besaran oleh penegak hukum. Tetapi hal itu tidak terjadi," ujar Nicho.

Pasca pencoblosan, potensi kecurangan diperparah oleh beberapa lembaga survei yang seakan-akan melegitimasi kecurangan dengan mengeluarkan hasil quick count, dengan sampling yang sangat kecil dan tidak mencapai angka 1 persen dari total TPS se-Indonesia.

Ironisnya lagi, kata Nico, hasil quick count itu dimanfaatkan untuk merumuskan kecurangan yang sistematis. Hal itu terbukti dengan metode input data yang penuh kecurangan yang terjadi di laman website KPU.

"Data yang di-input mengalami perubahan, tidak sesuai dengan data C1 yang ada di lapangan. Bahkan terjadi pemutarbalikan fakta dan data hasil pemilu yang menguntungkan calon presiden tertentu,” jelas Nicho.

Ia melihat KPU tidak pernah mau membuka diri untuk diprotes, justru proses kesalahan input data tersebut semakin menjadi-jadi.

Kami meminta KPU segera menghentikan segala kecurangan terkait hasil perolehan suara,” ujarnya.

Jaringan Aktivis ProDem juga meminta dihentikannya pengumuman real count yang masih saja disosialisasikan di berbagai media partner KPU baik di saluran informasi media televisi, media elektronik dan lain-lain.

"Kami juga mendesak agar segera dilakukan forensik digital yang diduga ada rekayasa dalam sistem IT,” ujar Nicho.

Semua komisioner KPU harus diperiksa dan diganti, karena diduga kuat sudah terlibat dalam kecurangan.

"Periksa dan ganti semua komisioner KPU dan segera bentuk tim independen untuk proses perhitungan suara, untuk perbaikan segala sistem terkàit pelaksanaan di KPU," ujarnya. [rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA