Benteng Prabowo: Segera Tutup Situng Dan Pidanakan Komisioner KPU

Benteng Prabowo: Segera Tutup Situng Dan Pidanakan Komisioner KPU

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Barisan pendukung calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tidak hanya mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menutup Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Tapi juga mendesak pihak berwenang untuk menjerat pidana para komisionernya dengan pidana pemilu.

Ketua Umum Benteng Prabowo, Syafti Hidayat menegaskan, Situng KPU harus segera dihentikan karena diduganya telah menimbulkan kegaduhan.

"Makanya Situng KPU harus dihentikan," tegasnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Senin (6/5).

Tidak hanya dihentikan, para komisioner KPU pun menurut dia bisa dijerat pidana. Utamanya dengan menggunakan Pasal 532 dan 536 UU 7/2017 tentang Pemilu.

"Pasal-pasal itu bisa dikenakan pada pelaku kecurangan pemilu. Komisioner KPU bisa masuk penjara karena pasal itu," pungkas Syafti yang juga Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) ini.

Pasal 532 UU 7/ 2017 berbunyi; "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)".

Adapun pasal 536 UU 7/ 2017 berbunyi; "Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)".

Penutupan Situng milik KPU disuarakan oleh banyak kalangan. Alasannya, data Situng banyak kesalahan dan dugaan kecurangan.

Selain itu, Situng bukanlah hasil akhir rekapitulasi Pemilu serentak 2019. Referensi KPU adalah penghitungan manual berjenjang dari kecamatan hingga pusat. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita