Dilema Sopir Truk, Pilih Pantura atau Tol Trans Jawa?

Dilema Sopir Truk, Pilih Pantura atau Tol Trans Jawa?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Matahari mulai bergerak menuju ufuk barat, Mansur bersama dengan 3 temannya tengah bersantai di sebuah warung makan di rest area km 166 Tol Cipali. Mereka habis menyantap makan siang yang terlambat dilakukan.

Mereka yang merupakan sopir truk pengangkut material hasil pengeboran itu terlihat melamun, seakaan banyak hal yang ada di pikirannya. Ketika Tim detikFinance menghampirkan, lamunan mereka terusik.

Mansur yang paling banyak bicara pun mengungkapkan kegelisahaanya. Pikirannya hanya satu, apakah dalam pengiriman kali ini dia bisa mengantongi uang sisa ongkos yang diberikan oleh perusahaan.

"Ya kita kalau dikasih perusahaan mereka enggak mau tahu, harus cukup," ujarnya kepada Tim detikFinance.

Sambil menghisap sebatang kretek, Mansur bercerita, kali ini dia dengan 3 orang temannya membawa 2 truk dari Lampung menuju Surabaya. Dalam perjalanan 1 rit per 1 truk mereka diberikan ongkos Rp 2,65 juta.

Uang itu yang justru membuat mereka pusing. Dia menjabarkan untuk membeli solar menghabiskan uang sekitar Rp 1,6 juta. Lalu uang makan untuk sopir dan kenek Rp 400 ribu, dikurangi lagi uang bongkar muat sekitar Rp 100 ribu. Jika dihitung sisanya hanya Rp 500 ribu.

Sementara total tarif tol dari Jakarta hingga Surabaya untuk golongan kendaraan V mencapai Rp 1,38 juta. Alhasil mereka putar otak untuk mencari jalur yang terbaik. 

Jalur terbaik itu bukan Pantura. Sebeb mereka juga sebenarnya gerah melintasi jalur yang sudah ada sejak jaman Belanda itu. Kondisi jalan yang rusak, macet, belum lagi ada potensi kejahatan dan pungli.

Mansur putar otak untuk memilih ruas Tol Trans Jawa mana yang akan dilalui, dan bagian Pantura mana yang akan dilintasi. Ya sekarang mereka lebih memilih untuk keluar masuk tol. Bukan untuk menghindari Tol Trans Jawa atau Pantura, tapi untuk mencari tambahan uang.

"Ya kalau disuruh milih, saya si lebih suka lewat tol. Lebih enak, cepat, enggak cape," kata Mansur.

Menurut pemantauan Tim Detikcom pada 6 Februari 2019 kemarin, sebenarnya intensitas kendaraan besar termasuk truk masih banyak terlihat terutama di ruas tol Jakarta-Cikampek. Memasuki Tol Cipali kendaraan truk masih sering terlihat. Namun selepas Kanci, jumlah truk yang melintas relatif menurun.

Kebanyakan dari sopir truk yang menuju arah timur Pulau Jawa lebih memilih untuk keluar di Kanci, kemudian melanjutkan mealui jalur Pantura. 

Namun tidak semua sopir truk keluar masuk tol. Ahmad Ridwan misalnya, sopir truk pengangkut duku dari Jambi itu memilih untuk melintasi Tol Trans Jawa sepenuhnya dari Merak hingga Surabaya.

"Lebih enak enggak cape. Kalau lewat Pantura macet, banyak lampu merah. Belum lagi banyak sepeda motor, bahaya," ujarnya.

Tapi sebenarnya nasib Ridwan lebih beruntung. Si pedagang duku tidak pelit memberikannya ongkos untuk biaya tol. Dia diberikan uang khusus untuk tol Rp 1,3 juta, itu di luar biaya makan, bensin dan ongkos pribadinya.

Wajah Ridwan memang berbeda dengan Mansur dan kawan-kawan. Ketika dihampiri, sambil mengenakan kacamata hitam dia tersenyum, seakan tak ada beban dalam hidupnya.

"Tapi memang lewat lebih hemat juga, waktu bisa lebih cepat 3-4 jam. Solar bisa hemat 1 tangki, itu isinya 80 liter," tambahnya.

Saat Tim Detikcom menelusuri Jalur Pantura dari Semarang hingga Jakarta, benar saja, mayoritas kendaraan yang melintas adalah truk besar. Sangat jarang ditemui kendaraan pribadi.

Sesampainya Tim di Kendal, terlihat truk besar berbaris berjejer di pinggir jalan samping persawahan. Sebagian dari mereka istirahat i warung kopi, sebagian tidur di truk.

Edi yang tengah nongkrong di samping truknya juga mengutarakan hal yang sama. Dia diberikan ongkos jalan pas-pasan oleh perusahaannya, tidak ada alokasi khusus untuk tol.

"Saya ini dari Surabaya mau ke Tangerang, dikasih Rp 2,5 juta. Buat solar Rp 1,4 juta, bongkar muat Rp 200 ribu, makan 2 orang Rp 400 ribu. Sisa Rp 500 ribu, kalau lewat tol nanti yang di rumah (istri) ngambek, kita enggak bisa bawa duit," tuturnya.

Uang sisa Rp 500 ribu itulah yang bisa Edi kantongi, itupun harus dibagi lagi dengan keneknya. Uang itu juga masih bisa berkurang jika diperjalanan ada kendala, seperti ban bocor hingga 'menyogok petugas'. 

Maklum barang yang dia angkut melebihi batas ketentuan. Jika tidak igin barangnya diturunkan ataupun ditilang, dia terpaksa melancarkan rayuan ke petugas.

"Truk saya harusnya angkut 11 ton, tapi ini angkut 24 ton. Isinya kertas. Kalau ekspedisi pasti kelebihan muatan," akunya.

Oleh karena itu, sebenarnya Edi lebih suka untuk melalui jalur tol. Selain tidak harus melalui jembatan timbang, dia juga bisa menghemat waktu perjalanan, sehingga bisa lebih cepat pulang bertemu keluarganya

Dari hasil pengakuan para sopir truk itu, memang mereka merasa tarif Tol Trans Jawa terlalu mahal. Namun jika dia mendapatkan ongkos dari perusahaan lebih besar, mereka tetap memilih jalur tol.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita