PSI dan Gerwani Tolak Poligami, Tetapi Gerwani Diam Saat Soekarno Nikah Lagi

PSI dan Gerwani Tolak Poligami, Tetapi Gerwani Diam Saat Soekarno Nikah Lagi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan partai yang dipimpinnya tidak akan pernah mentolerir apalagi mendukung praktik poligami.

Mantan presenter berita itu pun dengan tegas melarang seluruh kader, pengurus dan anggota legislatif yang berasal dari PSI untuk praktik poligami.

“PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Tak akan ada kader, pengurus, dan anggota legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami,” kata Grace dalam pidato politiknya di Festival 11, di Jatim Expo International Surabaya, Selasa (11/12), malam.

Penolakan praktek poligami tak hanya digaungkan PSI, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) termasuk salah satu penentang poligami. Gerwani merupakan sebuah organisasi massa yang berafiliasi kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).

Isu kesetaraan gender dan poligami merupakan permasalahan yang diperjuangkan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia, termasuk Gerwani.

Muhadjir Darwin dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 7, Nomor 3, Maret 2004 (283-294) menyebutkan isu poligami muncul ketika Sukarno yang merupakan simbol bapak bangsa dan telah beristri Fatmawati menikahi Hartini.

Perbuatan Sukarno ketika itu mendapat penentangan dari organisasi perempuan yaitu Persatuan Wanita Indonesia (Perwani). Dalam Jurnal berjudul Gerakan Perempuan di Indonesia dari Masa ke Masa itu, menurut Muhadjir.

Gerwani tidak menunjukkan pembelaannya terhadap perempuan dalam masalah poligami atau dalam memperjuangkan lahirnya undang-undang perkawinan karena kedekatan politik Gerwani/PKI dengan Soekarno.

“Mungkin Presiden RI pertama tersebut dianggap sebagai sekutu strategis bagi perjuangan komunis di Indonesia ketika itu untuk menghadapi politisi Islam yang anti- komunis. Perlu juga dicatat bahwa Soekarno pada awalnya sangat mendukung kaum perempuan,” kata Muhadjir dalam tulisannya.

Dari Laporan Pemantauan HAM Perempuan, Komisi Nasional Perempuan yang berjudul “Kejahatan Kemanusiaan Berbasis Gender: Mendengarkan Suara Perempuan Korban Peristiwa 1965” menyebutkan hubungan Gerwani retak dengan anggota federasi organisasi-organisasi perempuan di tingkat nasional, yaitu Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan juga dengan Gabungan Organisasi Wanita (GOW) di tingkat daerah lain yang berlatar belakang politik untuk mereformasi undang-undang perkawinan yang mensahkan poligami.

“Hubungan Gerwani dengan organisasi-organisasi perempuan lain, terutama di tingkat pusat, tampaknya memiliki masalah sejak Gerwani memutuskan untuk tidak mengecam pernikahan Sukarno dengan Hartini pada tahun 1954 walaupun sebelumnya Gerwani mengambil posisi yang tegas menentang poligami,” sebut Laporan yang dicetak pada 2007 dengan tim penulis Ita F. Nadia dan kawan-kawan tersebut.

Perbuatan Sukarno ketika itu mendapat penentangan dari organisasi perempuan yaitu Persatuan Wanita Indonesia (Perwani). Dalam Jurnal berjudul Gerakan Perempuan di Indonesia dari Masa ke Masa itu, menurut Muhadjir.

Gerwani tidak menunjukkan pembelaannya terhadap perempuan dalam masalah poligami atau dalam memperjuangkan lahirnya undang-undang perkawinan karena kedekatan politik Gerwani/PKI dengan Soekarno.

“Mungkin Presiden RI pertama tersebut dianggap sebagai sekutu strategis bagi perjuangan komunis di Indonesia ketika itu untuk menghadapi politisi Islam yang anti- komunis. Perlu juga dicatat bahwa Soekarno pada awalnya sangat mendukung kaum perempuan,” kata Muhadjir dalam tulisannya.

Dari Laporan Pemantauan HAM Perempuan, Komisi Nasional Perempuan yang berjudul “Kejahatan Kemanusiaan Berbasis Gender: Mendengarkan Suara Perempuan Korban Peristiwa 1965” menyebutkan hubungan Gerwani retak dengan anggota federasi organisasi-organisasi perempuan di tingkat nasional, yaitu Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan juga dengan Gabungan Organisasi Wanita (GOW) di tingkat daerah lain yang berlatar belakang politik untuk mereformasi undang-undang perkawinan yang mensahkan poligami.

“Hubungan Gerwani dengan organisasi-organisasi perempuan lain, terutama di tingkat pusat, tampaknya memiliki masalah sejak Gerwani memutuskan untuk tidak mengecam pernikahan Sukarno dengan Hartini pada tahun 1954 walaupun sebelumnya Gerwani mengambil posisi yang tegas menentang poligami,” sebut Laporan yang dicetak pada 2007 dengan tim penulis Ita F. Nadia dan kawan-kawan tersebut. [swr]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita