Kanalisasi Cebong Vs Kampret Merusak Demokrasi

Kanalisasi Cebong Vs Kampret Merusak Demokrasi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, masyarakat seolah diklasifikasikan ke dalam dua kelompok pendukung masing-masing pasangan calon Presiden-Wakil Presiden, yang kini viral dikenal sebagai Kelompok Cebong versus Kelompok Kampret.

Kanalisasi ini sangat berbahaya dan merusak demokrasi di Tanah Air. Karena itu, pemuda dan mahasiswa yang sering dikenal sebagai motor perubahan diminta untuk tetap bergerak dan berpikir kritis terhadap situasi nasional dan perpolitikan di Tanah Air.

Eksponen aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Muhibbudin Ahmad menyampaikan, mahasiswa harus tetap berpikir dan bergerak kritis terhadap situasi yang sudah kurang rasional menuju Pilpres 2019. Dunia media sosial, media massa serta percakapan publik sudah dijadikan bagai medan laga pertempuran dua kelompok irasional, antara kelompok cebong versus kelompok kampret.

"Nalar kritis itu adalah kemewahan mahasiswa. Kalau kemewahan aktivis itu sudah hilang, ya kita cuma ikut-ikutan mereka, jadi seperti penguasa. Saya melihat bahwa eskalasi gerakan mahasiswa tidak ada, keliatannya sepi-sepi saja," tutur Muhibbudin Asaat bicara dalam diskusi publik bertema “Platform Gerakan Mahasiswa Dalam Situasi Ekonomi-Politik Nasional” yang digelar Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) di Studio Sang Akar, Jalan Tebet Dalam 1, Jakarta Selatan.

Muhibbudin yang kini menjadi staf ahli di Bappenas itu melanjutkan, jika merujuk pada pemberitaan di media-media tentang pencapaian pemerintah, masyarakat bisa tertipu.

"Karena yang ditampilkan adalah yang baik-baik saja. Datanya betul, tapi framing-nya beda," ujarnya.

Dia mencontohkan, untuk persoalan keuangan, dari segi moneter misalnya, Indonesia sungguh mengalami defisit yang luar biasa.

"Kita enggak usah menyebut rupiah sampai berapa. Angka rupiah itu sudah menyentuh level psikologis. Neraca perdagangan kita itu defisit besar, produksi kita lemah tapi kita impor besar-besaran. Ekspor kita ya begini-begini aja. Makanya kondisi defisit neraca perdagangan semakin lebar itu membantu melemahkan rupiah," ujarnya.

Dia mengemukakan, untuk pos belanja subsidi saja banyak yang dikurangi. Subsidi banyak dialihkan ke belanja infrastruktur.

“Makanya juga kenapa banyak pajak itu naik, itu misalnya dari sisi fiskal. Banyak sebetulnya yang bisa dikritisi dari pemerintahan Jokowi, namun hal-hal ini tidak di-capture oleh mahasiswa. Kalaupun di capture, itu terpisah-pisah, jadi pembacaan kita sebagai mahasiswa terhadap pencapaian ekonomi dari rezim Jokowi-JK itu enggak solid," tuturnya.

Diskusi itu juga menghadirkan perwakilan dari Organisasi Mahasiswa, Muh Asrul (Sekjend LMND), Phirman Rezha (Sekjend KAMMI), Tomson S. Silalahi (Sekjend PMKRI), Michael Anggi (Wasekum PP GMKI), Ricardo Loi (DPP GMNI), Yefri (PB HMI). [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita