Raih Dukungan Keluarga Gus Dur, Kemenangan Belum Tentu Diraih Jokowi

Raih Dukungan Keluarga Gus Dur, Kemenangan Belum Tentu Diraih Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Keputusan keluarga Gus Dur mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 dinilai akan memberikan suntikan besar kepada pasangan capres-cawapres nomor urut satu itu.

Sebab, keputusan itu bisa membuat simpatisan Gus Dur atau Gusdurian dan kaum nahdliyyin ikut gerbong mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.

Terlebih Ma'ruf Amin juga merupakan mantan Rais 'Aam Syuriah atau Dewan Penasehat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Namun, sebenarnya dukungan besar NU itu tak hanya sampai disitu. Sebab Jokowi-Ma'ruf Amin juga didukung oleh partai politik yang kental aroma NU yakni PKB dan PPP.

Lantas apakah dukungan besar NU dan Gusdurian merupakan tiket Jokowi-Ma'ruf memang pilpres 2019?

"Saya tidak berani mengambil keputusan karena masih ada 7 bulan buat kedua paslon untuk memperebutkan perhatian pemilih," ujar pengamat politik Burhanudin Mutadi di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Menurut Burhanudin, meski dukungan NU dan Gusdurian mengarah ke Jokowi-Ma'ruf Amin, belum ada jaminan pasangan itu akan menang di Pilpres 2019 mendatang.

"Keputusan kelompok Gusdurian yang diinisiasi figur kharismatik seperti Yenny Wahid tentu punya dampak terhadap suara jokowi. Tapi apakah suara gusdurian artinya pemilu 2019 sudah selesai hari ini? menurut saya belum," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia itu.

Ia menuturkan, variabel pilpres 2019 sangat kompleks, tak hanya soal suara NU atau Gusdurian semata.

Ada berbagai isu yang juga penting dan akan berpengaruh kepada hasil pemilu. Salah satunya terkait isu ekonomi.

Isu ini dinilai sangat penting karena terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat.

Rakyat bisa langsung menilai kinerja Jokowi sebagai presiden petahana di bidang ekonomi.

Itu artinya, kinerja pemerintahan Jokowi di bidang ekonomi juga menjadi kunci di Pilpres 2019.

"Apakah pemerintah mampu tekan laju inflasi, apakah mampu meningkatkan daya beli masyarakat? Jadi terlalu gegabah kalau kita mengambil kesimpulan buru-buru karena terlalu prematur, karena pilpres masih 7 bulan lagi," kata Burhanuddin.

Sementara itu, dari bebagai pemilu yang pernah ada kata dia, suara NU tidak pernah bulat memilih salah satu pasangan capres-cawapres tertentu. Bulat dalam arti 100 persen warga NU memilih satu pasangan calon.

Menurut Burhanuddin, ada hal lain yang begitu mempengaruhi suara kaum nahdliyyin di tingkat bawah. Bukan suara keluarga Gus Dur, atau suara pimpinan PBNU.

Hal lain itu, kata dia, yakni suara para kyai-kyai lokal NU.

"Memang figur Kyai Ma'ruf yang notabene adalah mantan rais 'aam syuriah di PBNU, lalu ada figur Yenny yang dukung Jokowi, tapi bagaimanapun patronase politik NU itu sangat ditentukan afiliasi kyai lokal. Jadi kalau menyebut bulat kan artinya 100 persen dan datanya tidak mengatakan 100 persen seperti itu," kata dia. [kompas]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita