Sindir Pendukung Khilafah dan 212, Mahfud Sebut karena 'Enggak Kebagian' Aja

Sindir Pendukung Khilafah dan 212, Mahfud Sebut karena 'Enggak Kebagian' Aja

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menyatakan, pihak-pihak yang menyuarakan khilafah dan ingin mengganti Pancasila sebenarnya berorientasi kekuasaan. Menurutnya, aspirasi yang tak terakomodasi itu membuat kelompok yang ingin mengganti Pancasila lantas menggunakan kekerasan dan melawan hukum.

"Jadi orang yang sok-sokan memperjuangkan ingin ganti Pancasila (dengan khilafah, red) karena enggak kebagian (kekuasaan) aja," ujar Mahfud dalam Orasi Kebangsaan Vox Point Indonesia di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (31/7).

Mahfud lantas mencontohkan langkah politik Kapitra Ampera yang sebelumnya dikenal sebagai kuasa hukum Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Selama ini, kata Mahfud, praktisi hukum itu dikenal getol berjuang bersama untuk kelompok-kelompok Islam.

Belakangan, Kapitra memilih menjadi calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Kadi kalau sudah kebagian (jatah kekuasan) ya mau ikut. Itu pengacara 212 (Kapitra) itu mau ikut dia," tuturnya.

Meski demikian Mahfud mengaku tidak mempersoalkan jika ada sekelompok orang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan paham lain. Sebab, setiap warga negara di era demokrasi saat ini memiliki hak menyampaikan pendapat.

Namun, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu menentang jika pihak yang ingin mengganti dasar negara menggunakan kekerasan. Menurutnya, pihak yang mau mengganti ideologi harus melalui jalur konstitusional.

Sebagai contoh, pihak-pihak pengusung khilafah bisa membentuk partai politik. Sebab, berjuang lewat forum politik lebih baik ketimbang klandestin atau makar.

"Tapi kalau enggak bikin partai nggak ikut pemilu lalu bikin gerakan di bawah tanah, makar namanya. Kalau makar jika bentuknya organisasi ya harus dibubarkan, kalau sesuai pidana ya ditangkap," tegasnya.

Lebih jauh Mahfud mengatakan, kelompok-kelompok yang ingin mengganti Indonesia menjadi negara Islam telah muncul sejak masa lalu. Namun, setelah diberi kekuasaan, mereka pun berubah pikiran dan mengurungkan niatnya.

Mahfud lantas mencontohkan seorang politikus yang awalnya getol menyuarakan negara Islam. Namun, saat ditunjuk menjadi menteri, tokoh itu menjadi jauh lebih lunak.

“Pak Taufiq Kiemas dulu bilang ke menteri itu, 'sudahlah kamu jangan keras-keras bilang begitu’. Terus pas jadi menteri pidato pertamanya NKRI dan Pancasila itu final. Padahal dulu enggak final," pungkas guru besar ilmu hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) itu. [jpnn]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA