MUI Imbau Gerakan #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden Dihentikan

MUI Imbau Gerakan #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden Dihentikan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengimbau kepada masyarakat agar menghentikan gerakan dan kampanye #2019GantiPresiden/GantiJokowi maupun #2019TetapJokowi/Jokowi 2 Periode, mengingat kini belum saatnya kampanye pemilihan umum untuk memilih pemimpin tertinggi negeri ini.

“Karena ini belum waktunya kampanye, hentikan deklarasi `ganti Jokowi` maupun `tetap Jokowi`. Jadi dua-duanya, bukan hanya satu (ganti presiden),” ucap Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis di sela-sela halaqah menjawab problematika dakwah yang diadakan MUI Sulawesi Tengah (Sulteng) di IAIN Kota Palu, Ahad (5/8).

MUI mengakui bahwa gerakan tersebut merupakan suatu kebebasan dalam berdemokrasi. Karena MUI tidak melarang, melainkan mengimbau.

Hal itu karena, sebut dia, dikhawatirkan menimbulkan kekacauan, ketersinggungan, melahirkan berbagai persepsi yang menimbulkan instabilitas.

“Kalau kita bicara demokrasi, ya semua boleh. Tetapi kan ada fase yang disepakati oleh kita. Itu diatasnya soal aturan, etika itu ada diatasnya soal aturan. Karena itu MUI tidak melarang, kalau melarang MUI tidak punya hak,” ujar Cholil Nafis.

Demi suasana kondusif dan lebih produktif, sebut dia, bagaimana jika dua kubu tersebut tidak perlu-lah melibatkan masa yang besar, melibatkan perkumpulan-perkumpulan hanya karena yang satu mendukung untuk dua kali dan yang satunya jangan pilih lagi Jokowi.

“Besok itu pemilihan presiden, bisa diganti, bisa tidak di ganti. Artinya kalau dipilih ya tidak diganti, kalau nggak dipilih ya diganti. Jadi 2019 bukan penggantian tapi pemilihan,” sebut Cholil Nafis.

Kata dia, MUI mengimbau jangan sampai merusak etika, sehingga melahirkan perpecahan diantara kita.

“Soal dia menghentikan berilah dia calon alternatif yang lebih baik. Maka yang kita lakukan bukan hentikan, tetapi mengajukan ini calon yang lebih baik, orangnya lebih cerdas, lebih bermoral dan punya program yang lebih baik. Tapi kalau ganti-ganti tidak ada yang lebih baik, kan nggak kena juga,” urai Cholil.

Menurut dia mengganti dengan tidak mengganti itu kurang dinamis, secara akademik. Yang diharapkan dari proses demokrasi ialah dialektika akademis, dialektika program dan penggagasan yang lebih maju.

Ia menilai perdebatan mengenai kebangsaan, yang didalamnya ada infastruktur, pembangunan moral jauh lebih baik. Ia mengumpakan soal pendidikan dan penelitian, karena infastruktur tidak ada artinya kalau SDM-nya kurang baik.

“Ya perdebatan itulah yang lebih baik. Tapi kalau hentikan presiden, lanjutkan presiden, dalamm pendidikan demokrasi kurang mencerdaskan,” katanya. [swa]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita