Ritel Tutup Akibat Daya Beli Turun, Bappenas: Hoax

Ritel Tutup Akibat Daya Beli Turun, Bappenas: Hoax

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, fenomena tutupnya sejumlah gerai ritel di Tanah Air bukanlah akibat penurunan daya beli. Menurutnya, pengaruh ekonomi digital menjadi faktor yang lebih dominan ketimbang penurunan daya beli.

Sebab, hal itu juga terjadi di berbagai negara di belahan dunia lainnya. Sehingga disimpulkannya, penutupan ritel karena daya beli turun adalah berita bohong atau hoax.

"Sekarang ini kalau sebagian orang mungkin menganggapnya, reality, tapi sebenarnya hoax. Orang ribut ketika ada satu grup ritel misalnya menutup beberapa outlet-nya. Ada toko ritel mengurangi karyawan langsung isunya, hoax-nya yang besar-besaran adalah pelemahan daya beli," ujar Bambang di kantornya, Rabu 21 Maret 2018.

Ia mengatakan, ekonomi digital pun akan berdampak terhadap keberadaan tenaga kerja yang level kemampuan/skill-nya di skala menengah ke bawah. Hal itu akan masuk salah satu masalah pembangunan manusia yang akan dituntaskan Bappenas ke depan bagaimana menyelamatkan masyarakat Indonesia naik ke level menengah atas.


Dia melanjutkan, orang yang menganggap adanya pelemahan daya beli di Indonesia adalah orang yang jarang mengakses berita internasional. Padahal sebetulnya, berita itu sangat mudah untuk didapatkan.

"Untuk orang yang tidak tahu apa yang terjadi di luar, itu memikir benar, toko ini aja tutup, logikanya pembelinya kurang, artinya daya belinya turun. As Simple As That cara berfikirnya," ujar dia.

Dia pun bercerita saat berkunjung ke Inggris beberapa waktu lalu, Toko Mark And Spencer juga menutup sebagian dari outlet-nya. Namun, bukan berarti itu menunjukkan daya beli yang menurun.

"Di Inggris, Mark Spencer itu menutup sebagian dari outlet-nya, Debbenham menutup sebagian dari outlet-nya, toko lain tutup, di satu jalan di Inggris ada di satu jalan itu, ada tulisan closing down sell. Poinnya, kalau pakai logika seperti yang dipercayai di Indonesia. Berarti apa, di Inggris artinya juga terjadi pelemahan daya beli, karena kita masih pakai pendekatan ala Indonesia," katanya. [viva]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita