Aksi 299 Kepung DPR, 50 Ribu Umat Islam Demo Lawan dan Ganyang PKI

Aksi 299 Kepung DPR, 50 Ribu Umat Islam Demo Lawan dan Ganyang PKI

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Sekitar 50 ribuan umat Islam akan menggelar aksi penolakan bangkitnya paham komunis atau PKI dengan tema 299. Aksi 299 akan mereka gelar aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/9/2017) mendatang. Ajakan untuk mengikuti aksi "Tolak Bangkit dan Ganyang PKI" pun telah disebar di media sosial.

Ketua Presidium Alumni 212, Ustadz Slamet Maarif membenarkan rencana aksi 299 yang akan digelar di depan Gedung DPR, Jakarta. "Betul, akan digelar aksi 299," kata Ustadz Slamet kepada Harian Terbit, Minggu (24/9/2917).

Menurut Ustadz Slamet, tuntutan aksi 299 yakni tolak dan lawan kebangkitan PKI. Selain itu aksi 299 juga untuk menolak diterbitkannya Perppu No 2 tahun 2017 tentang pembubaran ormas. Karena terbitnya Perppu No 2 tahun 2017 telah mencederai demokrasi yang saat ini sedang didengung-dengungkan oleh pemerintah dan sejumlah pihak.  

"Makanya kami menuntut Perppu No 2 tahun 2017 untuk dicabut kembali," ujarnya. 

Harus Didukung

Sementara itu peneliti senior dari Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap menilai aksi 299 untuk menolak kebangkitan PKI harus didukung. Pasalnya di era pemerintahan Jokowi kaum kiri saat ini jauh lebih berani menunjukkan diri dalam bentuk pernyataan dan juga seminar.

Menurutnya, sangat tidak mungkin Polri berbeda sikap dengan TNI tentang PKI atau komunisme. Oleh karena itu tidak ada yang salah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di daerah untuk mengajak masyarakat menonton bersama film G30S/PKI.

“Saran itu lazim saja karena kini sedang terjadi perseteruan perspektif tentang peristiwa G30S/PKI,” kata Muchtar Efendi Harahap saat dihubungi, Minggu (24/9/2017).

Muchtar Efendi mengatakan, secara akademis dalam ilmu politik ada tiga perbedaan perspektif terkait film G30S/PKI. Pertama, menilai G30S itu kerjaan PKI dan misteriusnya. Kedua, menilai G30S/PKI itu kerjaan AS, CIA dalam konteks perang dingin AS dan Uni Soviet. Ketiga, G30S itu adalah kerjaan militer karena mereka sudah konflik sesama. Namun semua perspektif ini masing-masing punya kelemahan dan kelebihan.

“Kelompok militer dan orde baru menegang perspektif pertama. Kalangan kiri memegang perspektif kedua. Kalangan inter-nasionalis memegang perspektif ketiga,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Pimpinan wilayah Himpunan Mahasiswa Al washliyah (HIMMAH) Banten, Ginanda Siregar mengatakan, dari segi teologi, komunisme telah melawan prinsip ketuhanan. karena komunisme tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan di Indonesia, dalam sila pertama Pancasila, yakni ketuhanan yang Maha Esa. Dari segi ideologi, komunisme tentu sangat berlainan dengan paham Pancasila. Perbedaan itu tertanam jelas dari butir Pancasila.

Ginanda menjelaskan, Indonesia tidak menanamkan prinsip itu, tidak ada pertentangan kelas. Jika terus memperdebatkan kelas maka tidak akan selesai masalahnya sehingga akan ada terus ketegangan. "Kita siap perang. Kalau PKI bangkit, kita pukul. Tidak akan lagi kita seperti tahun 1948 dan 1965. Tangkap mereka yang ngomong dan pakai logo PKI Gerebek saja," ujar Ginanda yang juga Ketua Umum Kelompok Petani Karet indonesia (KAPKI) ini. 

Mahasiswa pascaserjana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini juga menuturkan, landasan hukum sudah jelas melarang bangkitnya PKI melalui Tap MPRS No 25 Tahun 1966  tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,  Pernyataan sebagai organisasi terlarang seluruh wilayah Negara Republik indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/ Marxisme- Leninisme.

Pemutaran Film

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, menegaskan, pemutaran kembali film Penumpasan Penghianatan G30S/PKI, dan ajakan untuk nonton bareng bagi beberapa institusi merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan. 

"Menonton film sejarah memang perlu bagi generasi berikutnya untuk memahami sejarah kebangsaan Indonesia secara utuh. Kita tak perlu malu, marah atau kesal menonton film sejarah. Ajakan atau anjuran menonton tak perlu dipolemikkan apalagi sampai membuat bangsa ini bertengkar dan berselisih," kata Wiranto, di Jakarta, Minggu. [htc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita