Siapa Aswad Sulaiman? Eks Bupati Konut yang Terjerat Izin Tambang Nikel Tapi Kasusnya Dihentikan KPK

Siapa Aswad Sulaiman? Eks Bupati Konut yang Terjerat Izin Tambang Nikel Tapi Kasusnya Dihentikan KPK

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengakhiri penyidikan perkara dugaan korupsi perizinan pertambangan dan suap yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Aswad Sulaiman (ASW).

Penghentian perkara tersebut ditandai dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Langkah ini diambil setelah penyidik menilai unsur materiel pembuktian tidak terpenuhi hingga perkara melewati batas waktu kedaluwarsa.


Dengan demikian, proses hukum tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil pendalaman menyeluruh penyidik yang menemukan dua kendala hukum krusial.

Pertama, berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Penyidik kesulitan menetapkan besaran kerugian keuangan negara secara pasti akibat keterbatasan alat bukti.

"Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat, karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan. Pasal 2 dan Pasal 3-nya terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara," kata Budi kepada wartawan, Senin (29/12/2025), melansir dari Tribunnews.


Kedua, untuk sangkaan suap, KPK menyatakan perkara tersebut telah kedaluwarsa berdasarkan waktu terjadinya peristiwa pidana.


"Terkait pasal suapnya, dengan tempus perkara yang sudah tahun 2009, ini berkaitan dengan daluarsa perkaranya. Bukan merujuk waktu penetapan tersangkanya," terang Budi.

KPK Tegaskan Prinsip Kepastian Hukum dan HAM

Menurut Budi, penerbitan SP3 merupakan bentuk pelaksanaan asas kepastian hukum dalam penegakan hukum.



Prinsip tersebut menjadi bagian dari pedoman kerja KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Asas tersebut meliputi kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

"Pemberian SP3 ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum. Karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum," ujarnya.

Kilas Balik Perkara dan Dampak SP3
Kasus Aswad Sulaiman sebelumnya menyedot perhatian publik karena disebut-sebut berpotensi menimbulkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar.



KPK menetapkan Aswad sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017.

Saat itu, Wakil Ketua KPK periode 2015–2019, Saut Situmorang, mengungkap indikasi kerugian negara mencapai Rp2,7 triliun yang diduga berasal dari penjualan hasil produksi nikel melalui penerbitan izin yang melawan hukum.


Aswad disinyalir mencabut kuasa pertambangan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk secara sepihak dan menerbitkan 30 Surat Keputusan Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada perusahaan lain.

Selain itu, ia juga pernah disangkakan menerima suap sebesar Rp13 miliar.

Perjalanan kasus ini turut diwarnai peristiwa batalnya penahanan pada 14 September 2023 setelah Aswad dikabarkan jatuh sakit dan dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada sesaat sebelum konferensi pers digelar.

Dengan diterbitkannya SP3, status tersangka Aswad Sulaiman dinyatakan gugur demi hukum.

Meski demikian, KPK menegaskan tetap membuka ruang bagi masyarakat apabila di kemudian hari ditemukan informasi baru yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Siapa Aswad Sulaiman?

Aswad Sulaiman merupakan tokoh politik daerah yang dikenal luas di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.


Ia pernah memegang peran penting dalam pemerintahan daerah, mulai dari menjabat sebagai Penjabat Bupati Konawe Utara pada periode 2007–2009 hingga menjadi Bupati Konawe Utara definitif pada periode 2011–2016.

Dalam masa kepemimpinannya, Konawe Utara mengalami dinamika pembangunan yang erat kaitannya dengan sektor pertambangan, khususnya komoditas nikel.

Nama Aswad Sulaiman kemudian menjadi sorotan nasional ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka pada Oktober 2017.

Ia diduga terlibat dalam kasus korupsi pemberian izin kuasa pertambangan dan izin usaha pertambangan nikel di Konawe Utara pada rentang waktu 2007–2014.

KPK menduga praktik tersebut menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar, mencapai triliunan rupiah, serta disertai dugaan penerimaan suap miliaran rupiah dari perusahaan-perusahaan tambang yang mengurus perizinan.

Penanganan kasus ini berlangsung cukup lama dan berliku. Upaya penahanan sempat direncanakan, namun tidak terlaksana karena alasan kesehatan.

Setelah bertahun-tahun berada dalam proses penyidikan, pada akhir 2025 KPK secara resmi menghentikan penyidikan perkara tersebut dengan alasan tidak ditemukannya kecukupan alat bukti untuk melanjutkan ke tahap penuntutan.

Keputusan ini memicu reaksi dan kritik dari sejumlah pihak, termasuk mantan pimpinan KPK, yang menilai bahwa bukti dalam kasus tersebut sebelumnya sudah cukup kuat.



Secara keseluruhan, Aswad Sulaiman dikenal sebagai mantan kepala daerah yang memiliki peran strategis dalam pemerintahan Konawe Utara, sekaligus figur yang pernah terseret dalam salah satu kasus dugaan korupsi pertambangan terbesar di daerah tersebut, meski pada akhirnya perkara hukumnya dihentikan oleh KPK.

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita