Jerry Minta Menhut Raja Juli dan Kepala BNPB Suharyanto Dicopot

Jerry Minta Menhut Raja Juli dan Kepala BNPB Suharyanto Dicopot

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Jerry Minta Menhut Raja Juli dan Kepala BNPB Suharyanto Dicopot

GELORA.CO
- Pengamat politik, Jerry Massie menyarankan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi dua pejabat di lingkungan eksekutif dan badan, yakni Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Letjen TNI Suharyanto.

Hal ini disampaikan untuk merespons adanya bencana ekologis yang terjadi di kawasan Sumatera, baik di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, hingga Provinsi Sumatera Barat.

“Presiden Prabowo harus mencopot Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Dirjennya, sampai Kepala BNPB yang tak becus ini,” kata Jerry kepada Holopis.com, Senin (1/12/2025).

Dalam paparannya, direktur eksekutif Political Public and Policy Studies (P3S) ini pun menyebut, bahwa satu aspek penting yang tidak boleh diabaikan adanya peran manusia yang besar di balik bencana alam tanah longsor dan banjir bandang yang terjadi di wilayah Indonesia bagian barat itu.

“Bencana alam di 3 Provinsi Sumut, Sumbar dan Aceh merupakan kesalahan manusia, keserakahan dan ketamakan. Beginilah kalau alam murka terhadap umatnya. Faktor utamanya tak lain adalah pembabatan hutan dan menggunduli hutan lindung,” ujarnya.

Baginya, pembalakan hutan yang tidak terkontrol, serta pertambangan yang meraja-lela menjadi faktor penting dari kerusakan lingkungan, terlepas dari adanya faktor curah hujan yang tinggi. Sebab kata Jerry, pembalakan liar yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dengan mengabaikan ekosistem dan kelestarian alam seperti sudah menjadi rahasia publik.

“Semua akibat tambang tanpa memikirkan bad impact atau adverse effect (dampak buruk) yang ditimbulkan. Indonesia adalah negara nomor 2 pengrusak dan penghancur hutan. Dalam 1 atau 2 dekade hampir 10,5 juta hutan dibabat, tanpa berpikir nasib masyarakat di sekitar hutan tersebut,” tutur Jerry.

Ia juga menyentil keras Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan kayu-kayu tersebut merupakan kayu lapuk dan akibat pohon tumbang. Sebab dalam berbagai gambar dan data yang ia terima, kayu-kayu tersebut terlalu banyak yang hanyut dalam kondisi terpotong rapih. Sehingga sangat tidak mungkin tumbangnya pepohonan tersebut akibat faktor alam semata.

“Kemenhut membantah soal pembalakan liar, mereka hands up and washing hand (angkat dan cuci tangan) tak mau bertanggung jawab. Jelas-jelas Bupati Tapanuli Selatan menyebut Kemenhut yang memberikan izin pembalakan hutan,” ketusnya.

Oleh sebab itu, tak heran jika bencana ekologis terjadi dan kini telah merenggut setidaknya 400 orang lebih meninggal dunia, serta ribuan masyarakat harus kehilangan tempat tinggalnya akibat disapu banjir bandang disertai lumpur.

“Bayangkan akibat ulah para manusia serakah, ratusan orang berjatuhan akibat longsor dan banjir bandang. Jumlah korban tewas banjir Sumatera ; 217 di Sumatera Utara, 96 Aceh, dan 129 di Sumatera Barat. Total 442 orang meninggal dunia dan 402 orang hilang,” lanjut Jerry.

Lebih lanjut, ia juga menyentil keras Kepala BNPB Suharyanto yang sempat menampik bahwa banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera merupakan peristiwa kecil dan hanya heboh di media sosial. Pun statemen itu akhirnya ia koreksi dan sekaligus meminta maaf kepada publik atas narasi yang ia sempat sampaikan itu.

“Yang otak aneh Kepala BNPB Suharyanto yang menyebut banjir bandang dan tanah longsor hanya heboh di Medsos, tak separah itu. Dia ini buta hati atau apa? Apa dia tak melihat bencana ini,” cecarnya.

Diketahui, stetemen Suharyanto tersebut adalah untuk merespons pertanyaan mengapa pemerintah pusat belum menetapkan tanah longsor dan banjir bandang di Pulau Sumatera sebagai Daruat Bencana Nasional.

“Inilah kalau pemimpin kehilangan hati nurani. Pertanyaan saya apakah hampir 500 orang meninggal dunia hanya biasa saja?. Narasinya sangat melukai korban tanpa menunjukan sikap empati dan peduli sama sekali,” pungkasnya.

Suharyanto Minta Maaf


Sebelumnya diketahui, bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto menyebut jika bencana alam di Sumatera tidak perlu ditetapkan sebagai bencana nasional. Katrena menurutnya, banjir dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh tersebut masih berada pada tingkat daerah provinsi.

Ia menilai, bencana di tiga provinsi Sumatera itu memang terlihat mencekam karena banyak berseliweran di media sosial (medsos). Namun, Suharyanto, menyatakan, kondisi di lapangan sudah membaik.

“Yang pernah ditetapkan Indonesia sebagai bencana nasional itu hanya Covid-19 dan tsunami Aceh 2004. Sementara itu, bencana besar lain seperti gempa Palu, NTB, dan Cianjur pun tidak ditetapkan sebagai bencana nasional,” ujar Suharyanto dalam konferensi pers, Jumat 28 November 2025.

Namun saat ini ucapan itu diralat oleh Suharyanto sembari ia meminta maaf kepada Bupati Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Gus Irawan. Di mana permintaan maaf tersebut disampaikan setelah sebelumnya dia menilai banjir di Tapsel tidak terlalu mengkhawatirkan.

“Pak, saya surprise, saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf, Pak Bupati. Bukan berarti kami tak peduli,” kata Suharyanto saat mengunjungi Desa Aek Garoga, Batang Toru, Senin (1/12/2025).

Baca juga: Rekam Jejak Dahsyat Semeru : Dari Erupsi 1818 hingga Letusan Terbaru
Suharyanto mengatakan, kunjungannya ke Tapanuli Selatan hingga Tapanuli Utara sebagai bentuk kepedulian. Dia juga memastikan pemerintah ingin membantu masyarakat.

“Kami tentu saja hadir di Tapanuli ini untuk membantu seluruh masyarakat,” ucapnya.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita