Dikecam Seskab Teddy, Gerakan Rakyat Tetap Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional Sumatra

Dikecam Seskab Teddy, Gerakan Rakyat Tetap Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional Sumatra

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  -- Meski Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol Teddy Indra Wijaya mengecam masih ada saja pihak yang mempersoalkan agar status bencana Sumatra menjadi bencana nasional, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Rakyat tetap mendesak pemerintah segera menetapkan status bencana nasional di Sumatra.

Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Gerakan Rakyat, Robby Kusumalaga, dalam konferensi pers di Kantor Sekretariat DPP Gerakan Rakyat, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).

“Korban bukan sekadar statistik. Ini adalah nyawa warga negara yang dijamin konstitusi,” ujar Robby.


Berdasarkan data BNPB hingga 18 Desember 2025, katanya jumlah korban meninggal dunia mencapai 1.068 jiwa, terdiri atas 456 orang di Aceh, 366 orang di Sumatra Utara, dan 246 orang di Sumatra Barat. 


Selain itu, 190 orang dilaporkan hilang dan 537.185 jiwa saat ini berada di pengungsian.

Ia menilai pemerintah daerah kewalahan menangani dampak bencana karena lumpuhnya infrastruktur vital, seperti jalan lintas provinsi, jembatan, dan rumah sakit daerah, yang menyebabkan distribusi logistik terhambat serta sejumlah desa terisolasi selama berminggu-minggu.

Robby menyebut kondisi tersebut telah memenuhi indikator penetapan Bencana Nasional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007.

Termasuk besarnya korban jiwa, luas wilayah terdampak, kerusakan infrastruktur kritis, serta dampak sosial-ekonomi yang meluas.

Selain faktor alam berupa Siklon Senyar, Gerakan Rakyat menilai kerusakan lingkungan akibat deforestasi dan alih fungsi lahan turut memperparah dampak bencana. 

"Status Bencana Nasional bukan kemurahan hati, melainkan kewajiban konstitusional. Menolak status ini berarti mengingkari realitas kemanusiaan di lapangan," tambahnya.


Gerakan Rakyat menyampaikan empat tuntutan kepada Presiden, yakni penetapan status Bencana Nasional, pembukaan akses bantuan internasional, moratorium izin tambang dan sawit disertai audit lingkungan, serta mobilisasi penuh TNI, Polri, Basarnas, dan BNPB untuk membuka akses wilayah terisolasi.

Di sisi lain, Gerakan Rakyat mengklaim telah menurunkan relawan dan menyalurkan bantuan logistik serta medis ke sejumlah wilayah terdampak, termasuk Aceh Tamiang melalui jalur laut akibat terputusnya akses darat.



“Gerakan Rakyat akan terus bersuara hingga negara benar-benar hadir,” kata Robby. 


Sebelumnya Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol Teddy Indra Wijaya menegaskan pemerintah pusat sejak awal telah menangani banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan skala nasional, meski tanpa menetapkan status darurat bencana nasional.

Hal itu disampaikan Teddy menanggapi desakan sejumlah pihak agar bencana di Sumatera ditetapkan sebagai bencana nasional. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

“Masih ada pihak-pihak yang terus saja membahas status bencana nasional. Sejak hari pertama, 26 Desember, pemerintah pusat sudah turun langsung melakukan penanganan skala nasional,” kata Teddy.


Menurutnya, mobilisasi besar-besaran telah dilakukan pemerintah pusat dengan mengerahkan lebih dari 50.000 personel gabungan TNI, Polri, Basarnas, dan relawan ke wilayah terdampak.

Bahkan, pada pekan pertama bencana saja, sebanyak 26.000 personel sudah diterjunkan.

“Sekarang sudah lebih dari 50.000 pasukan di lapangan. Ini bukan penanganan kecil,” ujarnya.

Teddy juga menepis anggapan bahwa tanpa status bencana nasional, bantuan pusat tidak bisa diberikan.

Ia menegaskan Presiden RI Prabowo Subianto sejak awal memerintahkan penggunaan dana pusat untuk seluruh proses tanggap darurat hingga pemulihan.

“Presiden sudah menegaskan, semuanya pakai dana pusat. Tidak ada itu kalau bukan bencana nasional lalu tidak dibantu,” tegasnya.

Pemerintah, kata Teddy, telah mengucurkan anggaran negara hingga Rp60 triliun secara bertahap untuk penanganan bencana di Sumatera.

Dana tersebut digunakan untuk pembangunan hunian sementara dan hunian tetap, perbaikan infrastruktur, fasilitas publik, hingga gedung pemerintahan yang rusak.


“Rp60 triliun sudah dikeluarkan untuk membangun kembali rumah warga, fasilitas umum, DPRD, kantor kecamatan, semuanya,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah pusat juga memberikan bantuan langsung kepada kepala daerah.

Sebanyak 52 bupati dan wali kota menerima dana tunai untuk penanganan awal bencana di wilayah masing-masing.

“Pada hari itu juga, seluruh kepala daerah diberikan uang tunai. Kalau ada kebutuhan lain, tinggal sampaikan,” katanya.

Teddy juga membantah anggapan bahwa sarana dan prasarana tidak akan dibantu jika status bencana nasional tidak ditetapkan.

Ia menyebut ribuan alat berat dan ratusan sarana transportasi telah dikerahkan.

“Lebih dari 100 kapal, pesawat, dan helikopter sudah ke sana. Alat berat dari Kementerian PU sekitar seribuan, didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia,” ungkapnya.


Meski demikian, Teddy mengakui proses pemulihan membutuhkan waktu, mengingat banyak jembatan dan ruas jalan yang putus akibat bencana.



Namun, ia menegaskan upaya perbaikan terus dilakukan secara bertahap.

“Jembatan putus langsung dikerjakan, ada yang selesai dalam 7 sampai 10 hari. Itu kerja besar, melibatkan banyak orang,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Teddy mengajak seluruh elemen masyarakat untuk saling mendukung dan tidak saling menyalahkan dalam proses pemulihan Sumatera.

“Apakah semuanya sudah sempurna? Tentu belum. Karena itu ayo kita bahu-membahu, saling dukung. Kalau niat membantu, lakukan dengan ikhlas dan tulus,” ujarnya

Sumber: Wartakota 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita