GELORA.CO ---- Akademisi Dr. G Moenanto Soekowati, M.I.Kom menilai kaya tidak menjamin intergritas seorang kepala daerah.
Hal itu terbukti setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjerat Bupati Bekasi dalam kasus korupsi dugaan suap.
Pada tahun 2025, ini KPK menangkap Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang dan ayahnya HM Kunang karena meminta suap proyek ijon kepada seorang penguasaha bernama Sarjan.
Pada 2018, Kabupaten Bekasi pernah diguncang peristiwa serupa. Bupati Bekasi saat itu, Neneng Hasanah Yasin, ditangkap KPK dalam OTT terkait dugaan suap proyek pembangunan Meikarta.
Antara Ade Kunang dan Neneng Hasanah Yasin merupakan dari keluarga terpandang dan terlebih kaya.
Ade Kuswara Kunang merupakan anak dari HM Kunang yang dikenal sebagai pengusaha limbah. Sedangkan Neneng Hasanah Yasin merupakan anak juragan beras bernama H. Yasin.
"Kasus yang melanda Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang dan sebelumnya Neneng yang juga dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses di Kabupaten Bekasi. Ade dengan bapaknya bisnis limbah dan Neneng bapaknya tengkulak beras," kata Moenanto saat diwawancari pada Senin (29/12/2025).
Menurutnya, dapat diduga, perselingkuhan antara penguasa dan penguasa di masa sebelumnya, memang menggoda Ade untuk mencoba peruntungan politik.
Dengan menggunakan PDIP, akhirnya Ade menang bersama pasangannya, yang dikenal sebagai adik dari almarhum Eka Supria Atmaja yang juga sebagai wakilnya Neneng.
Kekuasaan yang dibalut dengan gemerlap bisnis selama ini memang mengasyikkan, tapi selalu menjerumuskan.
"Ditambah, adanya dugaan kuat money politic saat proses kampanye sebelumnya akhir memenangkan Pilkada," beber dia.
Ketua dan Peneliti pada Pusat Studi Ilmu Komunikasi (PSIK) dan Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) mengutip ungkapan Lord Acton, kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan absolut dengan sendirinya sangat koruptif, sehingga tidak adanya batas antara pengusaha dan penguasa dalam melaksanakan bisnis mereka serta berbagai kegiatan kekuasaan yang merupakan perizinan usaha, maupun kewenangan menjadi celah untuk memperbesar bisnis dan kekuasaan serta pengaruhnya.
Sehingga nyaris tidak mungkin melewati berbagai kesempatan usaha tanpa melewati tangan kekuasaan penguasa, yang disebut dengan istilah pengpeng atau penguasa sekaligus pengusaha seperti dijelaskan oleh Rizal Ramli.
"Pengusaha yang juga penguasa lebih berisiko tergoda dengan berbagai akses yang dibutuhkan untuk memudahkan bisnisnya, yang hampir di semua lini bisa ditembus," katanya.
kata Moenanto, hal ini sekaligus menunjukkan bahwa antara kekuasaan dan dunia usaha tidak bisa disatukan karena rawan dengan berbagai penyimpangan dan penyelewengan atau abuse of power.
Kenyamanan yang dirasakan penguasa sekaligus pengusaha seperti Ade akhirnya membuat kekuasaan absolut dan dijalankan dengan melakukan sejumlah kecurangan dan kelicikan yang memang biasa mewarnai partai politik, eksekutif, legislatif, dan lembaga yudikatif karena power tends to corrupt.
"Kesimpulannya, yang kaya tidak menjamin berintegritas. Maka, semua masyarakat harus lebih cerdas kembali ketika memilih pemimpin daerahnya," tandasnya.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyegel tujuh ruang kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, pada Kamis malam (18/12/2025) malam.
Tujuh ruang kerja yang disegel oleh penyidik antirasuah tersebut meliputi ruang kerja Bupati Bekasi; ruang kerja Kepala Dinas Pemuda, Budaya, dan Olahraga beserta sekretarisnya; ruang kerja Kepala Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang beserta sekretarisnya; serta ruang kerja Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi beserta sekretarisnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap ijon proyek di Kabupaten Bekasi pada Sabtu (20/12/2025).
Selain Bupati, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu HM Kunang selaku ayah Bupati, dan Sarjan selaku pihak swasta.
Diketahui, Bupati Ade dan ayahnya ditangkap bersama delapan orang lainnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (18/12/2025).
"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu ADK (Ade Kuswara Kunang), HMK (HM Kunang), dan SRJ (Sarjan)," kata Plt Deputi
Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu.
Asep mengatakan, ketiga tersangka selanjutnya menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama sejak tanggal 20 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026.
Asep mengatakan, kasus suap ini bermula setelah Ade Kuswara terpilih sebagai Bupati Bekasi, menjalin komunikasi dengan Sarjan selaku pihak swasta penyedia paket proyek di lingkungan Pemkab Bekasi.
Dari komunikasi tersebut, dalam rentang satu tahun terakhir, Bupati Ade rutin meminta ‘ijon’ paket proyek kepada Sarjan melalui perantara HM Kunang. "Total ‘ijon’ yang diberikan oleh Sarjan kepada Bupati Ade bersama-sama HM Kunang mencapai Rp9,5 miliar. Pemberian uang dilakukan dalam empat kali penyerahan melalui para perantara," ujarnya.
Selain aliran dana tersebut, sepanjang tahun 2025, Bupati Ade juga diduga mendapatkan penerimaan lainnya yang berasal dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp4,7 miliar. Dalam operasi senyap ini, KPK mengamankan barang bukti di rumah Bupati Ade berupa uang tunai senilai Rp200 juta
Sumber: Wartakota
