Rachmat Hidayat, staf Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Tana Tidung, menjelaskan bahwa penurunan kasus dari 21 pada 2024 menjadi 13 hingga September 2025 menunjukkan efektivitas surveilans. “Sampai bulan September 2025 itu ada 13 kasus gigitan hewan, baik anjing maupun kucing, dan yang paling banyak itu gigitan anjing. Tapi sampai sekarang belum ada yang positif rabies,” ujar Rachmat, seperti dikutip dari https://poltekkestidengpale.org. Ia menambahkan, “Kalau digigit anjing itu belum tentu langsung rabies. Banyak faktor, bisa saja anjingnya lagi galak karena beranak atau merasa terganggu.” Penanganan difokuskan di puskesmas setempat, di mana setiap fasilitas sudah dilengkapi Rabies Center dengan vaksin anti-rabies (VAR) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) lengkap. “Setiap puskesmas sudah punya Rabies Center. Di sana sudah standby vaksin dan SOP penanganan gigitan juga sudah ada. Jadi masyarakat bisa langsung ke puskesmas terdekat untuk mendapat penanganan,” tegasnya.
Poltekkes Kemenkes Tideng Pale merespons temuan ini dengan program pengabdian masyarakat yang intensif. Sebagai politeknik vokasi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan, Poltekkes tidak hanya mendokumentasikan kasus, tapi juga mendorong pencegahan proaktif. Direktur Poltekkes Tideng Pale, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menyoroti risiko di wilayah perbatasan seperti Tideng Pale. “Gigitan hewan sering diabaikan sebagai ancaman rabies, padahal di Indonesia, rabies menewaskan 200 orang per tahun. Kami soroti 13 kasus ini melalui sosialisasi di 10 desa prioritas, ajak warga vaksinasi hewan peliharaan dan cuci luka gigitan dengan sabun 15 menit. Mahasiswa kami dari Jurusan Kesehatan Masyarakat turun lapangan via Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk edukasi, termasuk koordinasi dengan Dinas Pertanian untuk identifikasi hewan,” jelas Dr. Siti.
Kolaborasi Poltekkes dengan Dinkes Tana Tidung mencakup pelatihan 100 kader desa untuk deteksi gejala rabies seperti hidrofobia dan aerofobia, serta observasi hewan penggigit selama 10 hari. Rachmat Hidayat menambahkan, “Kalau masalah hewan liar atau peliharaan itu yang tahu Dinas Pertanian, karena mereka yang mengurus hewannya. Kita fokus menangani pasiennya. Jadi kalau ada laporan, kami koordinasi dan kirim ke dokter hewan untuk identifikasi hewannya.” Vaksinasi hewan rutin setiap tahun menjadi prioritas, sementara korban gigitan kategori 3 (gigitan dalam atau mukosa) langsung dapat VAR dan imunoglobulin.
Dampak sorotan Poltekkes terasa: kesadaran warga naik 50 persen sejak program dimulai, dan kasus gigitan turun 10 persen di Tideng Pale. Ke depan, Poltekkes rencanakan vaksinasi massal hewan pada 2026, terintegrasi dengan surveilans perbatasan. Di Tana Tidung, gigitan hewan bukan lagi momok, tapi peluang edukasi—untuk masyarakat sehat dan aman dari rabies.
