Kasus terbaru terjadi pada 7 November 2025 di Desa Pulau Manak, Kecamatan Embaloh Hulu, di mana seorang perempuan berusia 70 tahun dengan inisial KRS ditemukan tergantung di pohon. Korban ini diduga frustrasi akibat penyakit asma menahun yang tak kunjung sembuh, ditambah beban biaya pengobatan yang membebani keluarga. Sebelumnya, pada 15 Oktober 2025, seorang pria di Kedamin Hulu melakukan tindakan serupa dengan gantung diri, dan pada 5 November 2025, seorang perempuan di Desa Mawan Selimbau nekat bunuh diri karena gangguan jiwa yang tak tertangani. Ketiga kasus ini, sebagaimana dilaporkan Insidepontianak.com, menunjukkan pola yang sama: tekanan emosional dari penyakit kronis dan kurangnya dukungan psikososial.
Kapolsek Embaloh Hulu, AKP Rajiman, yang menangani kasus terbaru, menyampaikan keprihatinan mendalam. “Korban sering merasa kasihan pada anak-anaknya. Biaya pengobatan besar, tapi penyakitnya tak juga sembuh,” katanya, seperti dikutip dari sumber tersebut. Ia juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kepedulian, keimanan, dan ketakwaan agar tragedi seperti ini tidak terulang. Pandangan ini sejalan dengan sorotan Poltekkes Kapuas Hulu, yang melihat kasus bunuh diri sebagai gejala akhir dari masalah kesehatan mental yang terabaikan. Di pedesaan, di mana fasilitas kesehatan jiwa minim dan stigma kuat, warga sering menahan beban sendirian. Data Dinas Kesehatan Kapuas Hulu mencatat peningkatan 25% kasus gangguan jiwa sejak 2023, dengan 40% di antaranya berasal dari kelompok usia produktif yang bergantung pada pertanian subsisten.
Poltekkes Kemenkes Kapuas Hulu merespons dengan meluncurkan program “Jiwa Sehat Pedesaan” pada November 2025, yang melibatkan 100 mahasiswa Program Studi Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat. Mereka turun ke desa-desa seperti Pulau Manak dan Mawan untuk sosialisasi deteksi dini depresi, pelatihan konseling dasar bagi kader posyandu, dan kolaborasi dengan puskesmas untuk screening mental health rutin. “Kami tidak hanya mengobati gejala, tapi mencegah akar masalah. Di Kapuas Hulu, faktor seperti isolasi geografis dan tekanan ekonomi memperburuk kondisi. Mahasiswa kami belajar melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk mendampingi warga, sambil membangun jaringan dukungan komunitas,” tambah Dr. Siti Nurhaliza.
Rekomendasi dari Poltekkes menekankan pendekatan holistik: pemerintah daerah perlu alokasikan anggaran untuk posko kesehatan jiwa mobile, integrasikan edukasi mental health ke sekolah dan masjid, serta kurangi stigma melalui kampanye berbasis budaya Dayak dan Melayu. “Pemerintah perlu turun tangan dengan program nyata agar warga yang berjuang melawan beban mental dan penyakit bisa mendapatkan pertolongan layak,” seperti disarankan dalam laporan tersebut. Selain itu, Poltekkes berencana kolaborasi dengan Rumah Sakit Jiwa Provinsi untuk rujukan cepat dan pelatihan psikolog komunitas mulai 2026.
Lonjakan kasus bunuh diri di Kapuas Hulu adalah peringatan keras bahwa kesehatan mental bukan urusan kota besar semata. Dengan sorotan tajam dari Poltekkes Kemenkes Kapuas Hulu, harapan untuk pedesaan yang lebih resilien semakin nyata. Kepedulian, edukasi, dan akses layanan adalah kunci—karena setiap nyawa berharga, dan pencegahan lebih baik daripada penyesalan. Mari bersatu wujudkan Kapuas Hulu bebas stigma dan penuh harapan.
