GELORA.CO -Perbedaan respons antara DPR dan pihak kepolisian terkait isu ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani menjadi sorotan publik.
Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menyoroti perbedaan itu. Menurutnya, sejak pelaporan dugaan ijazah palsu Arsul Sani di Bareskrim Mabes Polri, prosesnya berjalan aktif. Para pelapor diterima oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, dan Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mendorong MKD untuk memeriksa Ketua dan anggota Komisi III yang meloloskan Arsul Sani sebagai Hakim MK.
“Pertanyaan ini penting untuk dicermati,” ujar Muslim kepada RMOL, Selasa, 18 November 2025.
Muslim menyebut respons ini berbeda dibandingkan dengan dugaan ijazah palsu Jokowi. Laporan yang dilayangkan Roy Suryo dan kawan-kawan di kepolisian dihentikan, sementara DPR tidak mengambil langkah apa pun. Bahkan, pelapor justru sempat menjadi tersangka dari laporan yang dibuat oleh Jokowi.
Meski begitu, Muslim memberikan apresiasi kepada Arsul Sani yang tetap tenang dan menjawab tudingan dengan sikap profesional.
“DPR terlihat sangat serius mengusut Arsul Sani, tetapi hal yang sama tidak terjadi pada Jokowi,” katanya.
Selain itu, Muslim menyinggung buku “Jokowi’s White Paper” karya Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa, yang telah beredar luas di masyarakat, bahkan sampai ke luar negeri. Namun, hingga kini belum ada panggilan resmi ke DPR untuk memaparkan isi buku tersebut.
Muslim menyimpulkan, perbedaan perlakuan ini menimbulkan pertanyaan terkait prinsip Equality Before The Law.
“Dalam dua kasus ini, antara Arsul Sani dan Jokowi, terlihat ada perlakuan berbeda. Satu ditangani secara aktif, sementara yang lain belum,” pungkasnya.
Sumber: RMOL
