Berisi 3 Mantan Kapolri Era Jokowi, Tim Reformasi Polri Diprediksi Hanya Mempertahankan Kebobrokan

Berisi 3 Mantan Kapolri Era Jokowi, Tim Reformasi Polri Diprediksi Hanya Mempertahankan Kebobrokan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO
- Tim Reformasi Polri yang telah dibentuk Presiden Prabowo Subianto dengan anggota tokoh-tokoh besar, termasuk tiga mantan Kapolri: Badrodin Haiti, Tito Karnavian dan Idham Azis menuai sorotan. 

Pemerhati intelijen dan keamanan, Surya Permana mengendus adanya pihak yang membonceng situasi ini untuk kepentingan tertentu. 

“Niat baik Presiden jangan sampai antiklimaks hanya menghasilkan status quo. Masyarakat bisa curiga tim ini dibonceng pihak lama yang justru mempertahankan kebobrokan. Reformasi sejati butuh keberanian memutus rantai masa lalu, bukan mendaur ulangnya,” ujar Surya dalam pesan elektroniknya kepada RMOL di Jakarta, Sabtu malam, 8 November 2025.

Ia menilai tuntutan reformasi Polri bergulir kencang karena institusi pemelihara keamanan. Sementara amanat Reformasi 1998 untuk Polri masih jauh dari harapan sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. 

“Malah, Polri kerap dianggap biang represi rakyat, terlihat dari laporan pelanggaran HAM berulang. Sikap arogan dan koruptif oknum bukan lagi kesalahan individu, melainkan kegagalan institusi Polri secara keseluruhan,” jelasnya.

“Kita patut apresiasi respons Presiden yang membentuk tim ini, dengan harapan memperbaiki Polri secara kultural dan struktural. Perbaikan utama harus dimulai dari tingkat elite agar menjadi Tut Wuri Handayani bagi jenjang di bawahnya. Hubungan timbal balik antara kultur dan struktur selalu ada. Perubahan di satu sisi akan memengaruhi yang lain,” tambah Surya.

Namun ketika melihat komposisi tim Reformasi Polri, ia melakukan tajam.

“Ketiga mantan Kapolri tersebut menjabat justru di era Jokowi, saat citra Polri terpuruk hingga dijuluki "Parcok", konotasi Polri sebagai alat pemenangan dan pelindung penguasa. Di periode itu pula, kasus-kasus besar melibatkan perwira tinggi Polri, seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang,” bebernya.

Lanjut dia, seharusnya presiden mengganti anggota tim yang pernah memimpin saat Polri ambruk agar reformasi tak kehilangan kredibilitas. 

“Berbeda dengan Kapolri saat ini yang masih eksis menjabat, sehingga wajar jika dilibatkan secara formal,” ungkap dia.

“Presiden juga sebaiknya merekrut penasihat dari negara yang sukses mereformasi kepolisian, seperti Hong Kong pasca 1997 atau Georgia di bawah Saakashvili,” pungkas Surya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita