Ahmad Ali Terang Benderang Lecehkan Megawati

Ahmad Ali Terang Benderang Lecehkan Megawati

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Ahmad Ali Terang Benderang Lecehkan Megawati

GELORA.CO -
SEJAK ditunjuk sebagai Ketua Harian PSI, Ahmad Ali lebih banyak membuat dinding pembatas daripada membuat jembatan penghubung di antara kekuatan politik yang ada.

Pidato perdananya menyeret Presiden Prabowo Subianto agar segera menyelesaikan kasus ijazah Joko Widodo alias Jokowi dan ijazah Gibran Rakabuming Raka, yang diusik secara serius oleh Roy Suryo cs. Seolah-olah Presiden Prabowo lah penentu masalah ini. 

Menariknya, Presiden Prabowo tak terusik sedikitpun oleh pidato perdana Ahmad Ali itu. Tapi memang saat ini Roy Suryo cs berstatus tersangka. Apakah itu efek dari tekanan Ahmad Ali? Entahlah.

Ahmad Ali baru-baru ini juga menyerang Megawati Soekarnoputri dengan diksi nenek-nenek yang puluhan tahun jadi ketua umum partai. Memang tak menyebut nama, tapi arahnya sudah pasti ke Megawati.

Megawati memang sudah nenek-nenek, tapi menyebut itu di ruang publik dalam konteks persaingan politik, itu tidak saja tidak pantas, tapi juga bentuk pelecehan yang terang-benderang.

Jokowi saja mungkin tak akan berani memakai diksi yang seperti itu. Entah apa dosa Megawati terhadap Ahmad Ali, sehingga enteng saja mengunakan diksi yang seperti itu?

Tak ada cerita bagi Ahmad Ali partai koalisi atau non-koalisi. Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY pun diserang, meski tak sevulgar Megawati. Presiden Prabowo juga diseret-seret kasus ijazah Jokowi.

Bagi Ahmad Ali Jokowi adalah segalanya. Ia langsung saja tancap gas, tanpa melihat kiri-kanan. Mengatakan apa yang harus dikatakan. Tak ada banderol.

Sebetulnya, waktu di NasDem, Ahmad Ali juga begitu. Selalu ada kontroversi. Tapi setelah di PSI terlihat makin menjadi-jadi. Tak ada cerita, berbaik-baik atau bersopan-santun.

Wajar saja, Ahmad Ali tak terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Tengah, kendati didukung partai bejibun sekalipun. Tak terpilih pula kembali sebagai anggota DPR dari Partai NasDem. Dan gagal memenangkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres lalu.

Mestinya deretan kegagalan itu membuat Ahmad Ali sedikit merenung menemukan sebab dari kegagalan, untuk kemudian benar-benar keluar sebagai pemenang bersama PSI, misalnya.

Tapi dengan gaya yang sama dipakainya seperti dulu, hasilnya dengan mudah akan bisa ditebak.

Entah kenapa diksi dan gaya berpolitik yang berbeda jauh dengan Jokowi, justru Ahmad Ali yang dipakai Jokowi membimbing anaknya, Kaesang Pangarep di PSI?

Apakah Ahmad Ali memang sengaja digunakan Jokowi untuk melakukan perubahan gaya berpolitik? Ataukah, itu terjadi secara kebetulan saja?

Bisa jadi karena terlalu banyak pihak yang menyerang dirinya, makanya Jokowi butuh PSI yang lebih galak untuk melakukan serangan balik. Era bertahan sudah lama lewat. Kini eranya menyerang justru untuk bertahan.

Ahmad Ali menyatakan hendak menghabisi semua partai yang menghalangi PSI untuk menang Pemilu 2029. Pernyataan ini aneh, justru karena dinyatakannya.

Sebab, sudah pasti semua partai akan menghalangi PSI menang Pemilu 2029, karena semua partai juga ingin menang, tanpa harus dinyatakan seperti yang dinyatakan Ahmad Ali itu.

Dan terbukti, partai yang keluar sebagai pemenang itu ke itu saja dan tak ada PSI di situ. Bahkan PSI tak lolos ambang batas Parlemen, kendati sudah menampilkan Jokowi sebagai simbol.

Ahmad Ali juga heran, kenapa sudah menampilkan Jokowi sebagai simbol dua kali Pemilu belakangan, tapi perolehan suara PSI tak signifikan?

Sebetulnya, Ahmad Ali tak perlu heran. Sebab pilihan partai dan tokoh itu memang tak selalu sama. Meski PSI sudah  mengidentikkan diri dengan Jokowi, tapi pemilih tak melihat bahwa Jokowi adalah PSI, atau sebaliknya.

Pemilih memilih partai itu sudah lama, jauh sebelum adanya Jokowi. Jokowi bukan simbol partai. Makanya tak heran, PDIP tetap menang Pileg, meski kalah Pilpres.

Jangan sampai pula apa yang dimaksud Ahmad Ali bahwa perolehan suara PSI tak signifikan dua kali Pemilu belakangan, meski sudah menjual nama PSI, adalah karena dirinya belum bergabung dengan PSI.

Artinya, kali ini, karena sentuhan tangannya, PSI akan memperoleh hasil yang berbeda. Bahkan, Jokowi turun langsung mulai saat ini pun, hasilnya belum tentu akan jauh lebih baik.

Apalagi resistensi terhadap dugaan ijazah palsu tak akan pernah selesai, karena jalur yang ditempuhnya adalah hukum, bukan membukanya saja secara baik-baik. Kalau asli, kenapa tak dibuka saja? 

Ahmad Ali sudah mengatakan sejak awal agar kader PSI pasang badan terhadap Jokowi. Siapa pun yang menyerang Jokowi harus diserang balik. Termasuk, soal dugaan ijazah palsu.

Benny K Harman, Anggota DPR dari Partai Demokrat, yang mencoba menyentil kasus ijazah Jokowi dan Arsul Sani dibalas langsung oleh Ahmad Ali.

"Tak semudah itu diperlihatkan langsung selesai. Proses hukum itu jelas, yang menuduh dialah yang membuktikan. Jangan lempar batu sembunyi tangan," kata Ahmad Ali.

Membesarkan PSI dengan cara pasang badan terhadap Jokowi yang selalu diserang banyak pihak, apakah bisa dengan mudah PSI menjadi pemenang? Entahlah.

Sumber: rmol
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita