Kepala DLHK Karawang, Iwan Ridwan, menjelaskan bahwa sanksi administratif ini mencakup kewajiban pemisahan limbah domestik dan medis sejak sumber, penandaan kemasan limbah medis infeksius dengan warna kuning dan simbol B3, serta pembuatan kontrak kerja sama dengan DLHK atau pihak ketiga berizin untuk pengelolaan limbah. Kedua rumah sakit juga diwajibkan melakukan penanggulangan darurat terhadap limbah B3 yang telah mencemari lingkungan di Desa Karangligar. “Pelaksanaan sanksi administratif ini menjadi tanggung jawab penuh masing-masing rumah sakit,” tegas Iwan, seperti dikutip dari https://poltekkeskarawangbarat.org. Proses hukum lebih lanjut, termasuk sanksi pidana, ditangani oleh Polres Karawang, mengingat pelanggaran ini melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Limbah Medis.
Poltekkes Kemenkes Karawang Barat dengan keras mengutuk pembuangan limbah medis sembarangan ini, yang tidak hanya melanggar regulasi tapi juga mengancam kesehatan masyarakat secara luas. Direktur Poltekkes Karawang Barat, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menyatakan bahwa tindakan ini mencerminkan kelalaian serius dari fasilitas kesehatan. “Pembuangan limbah medis sembarangan seperti ini adalah pengkhianatan terhadap etika medis. Limbah infeksius yang tercampur dengan sampah domestik bisa picu penyebaran bakteri patogen seperti E. coli atau virus hepatitis, menyebabkan wabah diare, infeksi kulit, dan kontaminasi air tanah di Karangligar. Ini ancaman tersembunyi bagi anak-anak dan lansia yang rentan,” ujar Dr. Siti. Ia menambahkan bahwa Poltekkes siap berkolaborasi dengan DLHK dan Dinkes Karawang untuk pelatihan pengelolaan limbah B3 bagi tenaga kesehatan lokal, melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan.
Dampak pembuangan limbah medis sembarangan sangat serius. Limbah B3 dari rumah sakit mengandung jarum suntik bekas, obat kadaluarsa, dan cairan infeksius yang bisa mencemari tanah dan air, menyebabkan keracunan kronis dan mutasi bakteri resisten antibiotik. Di Karangligar, yang merupakan kawasan pemukiman padat dengan 5.000 jiwa, risiko kontaminasi air minum tinggi, berpotensi picu KLB (Kejadian Luar Biasa) diare atau leptospirosis. “Ini bukan hanya pelanggaran lingkungan, tapi juga pelanggaran hak kesehatan masyarakat. Rumah sakit sebagai fasilitas prioritas harus jadi teladan, bukan pelaku pencemaran,” tegas Dr. Siti. Poltekkes Karawang Barat rencanakan workshop bulanan untuk 200 tenaga kesehatan pada 2026, fokus pada SOP pengelolaan limbah B3 sesuai Permenkes No. 7 Tahun 2019.
Sanksi administratif dari DLHK adalah langkah awal, tapi Poltekkes menyerukan tindakan preventif lebih tegas, seperti audit rutin dan sertifikasi wajib untuk rumah sakit. Dengan kecaman ini, Poltekkes Karawang Barat berharap fasilitas kesehatan belajar dari kesalahan, memprioritaskan keselamatan masyarakat. Di Karawang, di mana industri kimia dan pertanian dominan, pengelolaan limbah medis bukan opsional, tapi kewajiban moral—untuk lingkungan sehat dan generasi aman.
