GELORA.CO - Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sedang dihadapi PDI Perjuangan (PDIP) tengah membuat riuh dan bisa berbuntut panjang.
PDIP tengah menghadapi gugatan di PTUN yang dilaporkan oleh kadernya mulai dari gugatan kepengurusan partai hingga surat rekomendasi calon kepala daerah.
Gugatan dilayangkan oleh empat kader dari PDIP terkait dugaan adanya pelanggaran AD/ART DPP PDIP.
Keempat kader PDIP tersebut menggugat SK No. M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang disahkan Kemenkumham terkait perpanjangan masa bakti DPP PDIP yang dinilai bertentangan dengan keputusan kongres partai yang menetapkan masa jabatan DPP selama lima tahun atau hingga 2025.
Keempat kader PDIP bernama Pepen Noor, Ungut, Ahmad dan Endang itu menggugat SK tersebut ke PTUN dengan pihak tergugat Menteri Hukum dan HAM. Gugatan diajukan ke PTUN karena ada dugaan pelanggaran AD/ART DPP PDIP.
PDIP pun menyinggung legitimasi pencalonan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming, sebagai calon wakil presiden (cawapres) 2024 sehubungan dengan gugatan terhadap perpanjangan kepengurusan DPP sampai dengan 2025.
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus mengatakan bahwa pihaknya menganggap gugatan itu sebagai sebuah langkah politik yang keterlaluan, bukan upaya hukum murni.
"Tidak ada kerugian apapun, baik moril maupun materil bagi penggugat. Gugatan ini lebih kelihatan sebagai upaya 'penyerangan' terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)," ujarnya melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (11/9/2024).
Deddy lalu menyoroti bahwa beberapa pengacara yang mewakili penggugat terafiliasi dengan satu partai tertentu.
Pria yang juga diangkat sebagai Ketua DPP PDIP menurut SK Kemenkumham yang digugat itu lalu menuturkan, proses perpanjangan kepengurusan partai sudah dikaji dengan sangat mendalam terhadap aturan dan konstitusi partai. Hal itu termasuk pembahasan dan pengkajian hukum di Kemenkumham.
Deddy lalu menjelaskan, apabila logika para penggugat diikuti, maka seluruh produk dan konsekuensi hukumnya sangat besar. Dia mengingatkan bahwa partainya pada 2019 mempercepat Kongres dan menyesuaikan mekanisme penyusunan pengurus di daerah dan provinsi guna menyesuaikan dengan agenda politik nasional pada saat itu.
Oleh sebab itu, menurutnya logika penggugat turut memandang bahwa SK DPP PDIP saat itu menjadi tidak sah. Ketidaksahan itu turut menyangkut urusan pemilihan kepala daerah saat itu.
Anggota Komisi VI DPR itu lalu menyinggung pencalonan Gibran sebagai Wali Kota Solo di 2020 melalui PDIP. Gibran disebut menjadi wali kota menggunakan SK DPP PDIP yang dipercepat kongresnya. Dia menyebut Gibran menjadi produk cacat hukum apabila SK DPP PDIP saat itu dinilai sebagai produk cacat hukum.
Konsekuensinya, lanjut Deddy, posisi Gibran sebagai cawapres 2024 terpilih bisa dianulir. Menurutnya, Gibran bisa maju sebagai cawapres kendati masih berumur 35 tahun lantaran posisinya yang sudah menjabat sebagai kepala daerah.
Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU–XXI/2023 terkait dengan batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
"Kalau keputusan PDIP pasca percepatan kongres tak sah, maka Gibran pun tak sah. Demikian pula dengan seluruh produk hukum Pilkada 2020 di seluruh Indonesia," jelas Deddy.
Gugatan Bermuatan Politis
Ketua Bidang Kehormatan Partai DPP PDIP, Komarudin Watubun meyakini ada dalang yang memerintahkan keempat kader PDIP tersebut, sehingga berani mengajukan gugatan ke PTUN. Dia berpandangan serangan kepada PDIP dalam beberapa hari terakhir ini dinilai selalu ada sponsornya di belakang.
"Jadi harus di cek dulu siapa dalang di balik mereka, itu yang penting," tutur Komarudin di Jakarta, Selasa (10/9).
Komarudin menegaskan bahwa serangan kali ini tidak akan melemahkan DPP PDIP. Menurutnya, PDIP sudah sering menerima banyak serangan, sehinggal hal tersebut dianggap sebagai bunga politik.
"Melemahkan dari mana, bagaimana bisa lemahkan PDIP. Kalau yang lain ya gampang dilemahkan, tapi kalau di PDIP sudah lewat yang begitu," kata Komarudin.
Komarudin juga mengemukakan pihaknya akan melakukan pengecekan terlebih dulu ke internal partai, apakah keempat orang yang mengajukan gugatan tersebut adalah kader PDIP atau hanya mencatut nama sebagai kader.
"Makanya harus kita cek dulu apakah itu kader atau bukan, karena partai kita ada aturannya," ujarnya.
Komarudin menduga gugatan yang dilayangkan kader DPP PDIP atas nama Djupri itu merupakan pesanan dari orang lain untuk menggoyang DPP PDIP.
Untuk itu, Komarudin berencana untuk memanggil Djupri dan mengkonfirmasi ihwal motivasi Djupri bersama sejumlah kader lain mengajukan gugatan tersebut.
"Kita harus cek motivasi mereka apa dan siapa yang suruh, kan begitu," ungkapnya.
Politisi PDIP, Aria Bima mengaku belum mengetahui secara rinci substansi gugatan yang diajukan ke PTUN tersebut. Namun, dia menilai gugatan tersebut bermotif politik.
"Saya melihat gugatan-gugatan yang lebih motif politik. Jadi itu kan forum petinggi partai, yang kita siapkan secara matang," jelas Bima di Senayan Park, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024).
Lebih lanjut, dia mempersilakan gugatan tersebut berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Aria juga meyakini Ketua Umum PDIP memiliki hak prerogatif untuk menyelamatkan partai.
"Ini penting untuk saya, silahkan gugatan itu berjalan sesuai hukum, tapi saya yakin seyakin-yakinnya Ibu Ketum PDI Perjuangan mempunyai hak yang sangat prerogratif untuk menyelamatkan partai ini," terangnya.
Sumber: bisnis