“Saya kira tugas kita ke depan sebagai bangsa mari jangan sampai terjadi (masalah) kemanusiaan seperti ini. Ini residunya masih banyak sampai sekarang,” kata Mahfud di Blok M Plaza, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2024).
Mahfud menjelaskan pembantaian manusia pada Gerakan 30 September (G30S) 1965 justru melahirkan masalah baru, yakni diskriminasi. Karenanya, tidak sedikit masyarakat pada masa itu yang sulit untuk mendapatkan hak mereka sebagai warga negara akibat dugaan keterlibatan terhadap PKI.
“Bapaknya PKI, saudaranya PKI, mau sekolah enggak bisa, cari kerja selalu diisolasi, minta surat keterangan, itu selama 32 tahun Orde Baru,” ucapnya.
Hal serupa turut terjadi kepada masyarakat yang mendapat kesempatan menempuh pendidikan di luar negeri. Dari film ini, ujar Mahfud, tidak sedikit dari pelajar terjebak di negeri orang lantaran enggan untuk membuat pernyataan menentang rezim Presiden Soekarno agar paspor mereka dapat dikembalikan dan mereka bisa pulang ke Indonesia.
“Mulai Pak Habibie (Presiden RI ketiga) sudah dimulai penghapusan itu yaitu dengan menghapus tim screening,” ujar Mahfud.
Selanjutnya, proses pemulihan hak-hak masyarakat Indonesia yang terasingkan berangsur membaik. Pemerintah memulihkan kedaulatan rakyat dengan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi agar menghapuskan diskriminasi kepada masyarakat terduga PKI.
“Kemudian sesudah itu di dalam negeri Mahkamah Konstitusi memutus tidak boleh ada diskriminasi terhadap mantan anggota PKI, apalagi keluarganya," tandasnya.
Sumber: inilah