Pernyataaan itu disampaikan Nasaruddin saat diwawancara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad pada Podcast "Speak Up" yang dipantau di kanal YouTube, Minggu (17/3/2024).
Menurut Nasaruddin, berbagai fenomena sosial, ekonomi, dan politik bahkan perubahan iklim yang dialami Indonesia saat ini menunjukkan negeri ini sedang mengalami tanda-tanda kiamat kecil.
Dia mengungkapkan ada 24 tanda kiamat yang dihadiskan Nabi Muhammad SAW antara lain ada orang yang tidak pantas sama sekali untuk ditokohkan tapi ditokohkan.
Sebaliknya ada yang pantas untuk ditokohkan tapi dikucilkan.
Selain itu, masyarakat cuek terhadap kebatilan yang ada di sekitar sehingga tidak ada lagi sensitivitasnya, tidak ada lagi apatis, tidak ada lagi rasa malu, dan tidak punya marwah atau harga diri.
"Makin tinggi rasa malunya seseorang itu, semakin pertanda simbol akhlak yang terjaga. Tapi kalau rasa malu sudah tidak ada lagi, sudah saling membiarkan, terjadi pembiaran di mana-mana. Nah, itu juga salah satu faktor degradasi moral yang merupakan fenomena akhir zaman," kata Nasaruddin.
Di samping itu, lanjutnya, tanda-tanda akhir zaman juga terlihat dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela, perzinahan yang marjalela, perjudian yang marjalela, anak memerintah atau mengatur orang tua, serta ketidakteraturan cuaca, dan bencana alam.
"Nah apa yang disebutkan nabi ini kok kayaknya sudah terwujud semuanya. Bagi kita apa yang harus dilakukan? Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali ada pertobatan nasional," ujar Nasaruddin.
Menurut dia, pertobatan bukan hanya berlaku utuk pribadi atau individu tapi juga oleh sebuah bangsa atau negara.
Di saat kemerosotan moral terjadi secara masif dan justru dilakukan oleh para penguasa, maka pertobatan juga harus dilakukan secara masif atau pertobatan nasional.
Ajal Negara
Nasaruddin menjelaskan jika pertobatan nasional tidak dilakukan, maka akibatnya adalah mendatangkan maut atau ajal bagi negara.
"Dalam Al-Quran, ajal itu bukan hanya melindas setiap orang, tapi juga masyarakat. Bukan hanya orang yang menemui ajal kalau melakukan dosa, tapi masyarakat atau komunitas juga punya ajal," ungkap Nasaruddin.
Menurut dia, ajal bukan hanya berlaku untuk orang, rezim pun juga punya ajal.
"Di Indonesia, rezim orde lama sudah tiba ajalnya, rezim orde baru juga, bahkan rezim Jokowi (Joko Widodo) juga punya ajal. Jadi yang kita harus cermati itu bukan hanya ajal individu tapi ajal society, ajal negara, karena negara juga punya ajal," tutur dia.
Dia mengungkapkan, setiap negara memiliki generasi, yakni generasi perintis, pembangun, penikmat, dan penghancur. Jika tidak menyadari berbagai kemerosotan moral yang terjadi di bangsa Indonesia saat ini, maka Indonesia akan menghadapi kehancuran.
Nasaruddin mencontohkan, negara-negara maju di Amerika dan Eropa, generasi penikmatnya maju karena mereka merawat transparansi, dan moralitas.
Walaupun bukan negara agama, tapi Amerika dan Eropa justru perilaku sosial dan keluhuran budayanya mencerminkan nilai-nilai religius.
Nasaruddin berharap generasi penikmat di Indonesia dapat merawat dan membuat kemajuan negara dapat berlangsung dalam waktu yang lama.
"Jangan sampai nanti di Indonesia generasi penikmatnya hanya sesaat, jadi generasi pembangunnya panjang, tapi generasi penikmatnya sesaat, generasi penghancurnya yang tidak terkontrol. Kita tidak ingin negara kita ini generasi penghancurnya terlalu dominan akhirnya nanti akan muncul lagi generasi perintis baru jadi siklus sejarah ini," kata Nasaruddin.
Menurut dia, Indonesia adalah negara dengan udeologi yang supel meskipun penduduk muslimnya mayoritas. Terkait dengan itu, Indonesia tak perlu menjadi negara Muslim atau menonjolkan negara Muslim karena justru negara-negara yang simbol Muslimnya kuat yang paling kacau bahkan hancur.
"Coba kita lihat Baghdad hancur, Negara Islam Afghanistan hancur, negara Syria juga hancur, Libya juga hancur," ujar Nasaruddin.
Dia mengatakan, untuk membawa Indonesia lepas dari tanda-tanda kiamat kecil, kata kuncinya adalah moralitas harus dipertahankan dan hal itu harus dimulai dari para pemimpin.
"Ketika moral dalam suatu masyarakat tidak terurus, itu akan mendatangkan ajal bagi masyarakat, bisa terpecah. Memprihatinkan bangsa kita ini, karena mungkin kita tidak diobrakabrik dari segi ideologi, tetapi kita diobrak-abrik dari segi penurunan martabat, dari kemerosotan moral," tutur Nasaruddin.
Sumber: tribunnews