Alasan Almas Gugat Gibran: Tak Berterima Kasih Usai Putusan MK Lolos jadi Cawapres

Alasan Almas Gugat Gibran: Tak Berterima Kasih Usai Putusan MK Lolos jadi Cawapres

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Almas Tsaqibbirru Re A menggugat Gibran Rakabuming Raka ke Pengadilan Negeri Surakarta. Gugatan tersebut disampaikan pada 29 Januari 2024 dan teregistrasi dengan nomor 25/Pdt.G/2024/PN Skt.

Almas menggugat Gibran agar membayar ganti rugi terkait dengan gugatan yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan Almas dikabulkan MK yang berimbas pada berubahnya syarat capres-cawapres.

Almas menilai Gibran telah diuntungkan oleh putusan perkara 90 itu. Almas merasa Gibran harusnya berterima kasih kepada dirinya sebagai pihak pemohon dan mengusahakan 'perkara 90' itu.

Menurut Almas, Gibran tak pernah memberikan terima kasih kepada dirinya padahal sudah diuntungkan oleh gugatan yang disampaikan ke MK. Lewat putusan ‘perkara 90’ di MK Gibran bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden, berpasangan Prabowo Subianto.

“Hasil usaha dari Penggugat [Almas] sama sekali tidak ada apresiasi dari Tergugat [Gibran]. Berbeda dengan Universitas tempat Penggugat menempuh pendidikan sudah menawarkan akan memberikan beasiswa kepada Penggugat,” kata tim hukum Almas dalam gugatannya.

“Seharusnya Tergugat menunjukkan iktikad baik dengan mengucapkan terima kasih kepada Penggugat yang telah memberi peluang kepada Tergugat sehingga dapat maju di Pemilihan Presiden/Wakil Presiden periode ini,” lanjut gugatan tersebut.

Tindakan Gibran yang tak memberikan rasa terima kasih kepada Almas dinilai sebagai wanprestasi.
“Bahwa Tergugat tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada Penggugat, maka dengan demikian Tergugat telah melakukan wanprestasi kepada Penggugat,” tambah gugatan tersebut.

Terlebih, Almas mengaku sudah mengeluarkan dana pribadi dan dianggap sebagai kerugian saat mengupayakan permohonan pengubahan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang kemudian dikenal dengan putusan 90/PUU-XXI/2023. Total pengeluaran Almas dalam mengupayakan gugatan tersebut mencapai Rp 10 juta. Pembayaran ini yang kemudian dimintakan ganti rugi ke Gibran.

“Bahwa pada Intinya Penggugat melalui Gugatan ini menuntut pembayaran atas kerugian yang dialami Penggugat kepada Tergugat senilai Rp 10.000.000,00 secara tunai dan seketika dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap,” bunyi gugatan.

Atas dasar itu, Almas meminta dan memohon majelis hakim Pengadilan Negeri Surakarta agar mengabulkan permohonannya. Berikut petitum Almas:

Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
    1. Menyatakan Tergugat telah melakukan Wanprestasi kepada Penggugat
    2. Menyatakan akibat perbuatan wanprestasi Tergugat kepada Penggugat, Penggugat telah mengalami kerugian sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
    3. Menghukum Tergugat membayar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) kepada Penggugat secara tunai dan seketika dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap yang langsung dibayarkan/disalurkan ke satu Panti Asuhan yang berada/berdomisili di Surakarta .
    4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat setiap hari keterlambatan melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum berupa uang sebesar Rp 1.000.000.,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, bilamana lalai untuk menjalankan putusan ini;
    5. Menghukum Tergugat untuk menyampaikan pernyataan Terima Kasih kepada Penggugat melalui media pers dalam bentuk Jumpa Pers dengan mengundang media massa yang berbasis Nasional dan Lokal secara terbuka.
    6. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya verzet, bantahan, gugatan, banding, kasasi, perlawanan dan/atau peninjauan kembali (uitvoerbaar bij Voorraad).
    7. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang ditimbulkan dalam perkara.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Bambang Ariyanto, membenarkan gugatan Wanprestasi itu masuk pada 29 Januari 2024. Materi gugatan wanprestasi tersebut sesuai berkas masuk, berkaitan dengan tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada penggugat setelah lolos maju cawapres di MK pada Pilpres 2024.

“Bahwa Tergugat (Gibran) tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada Penggugat (Almas), maka dengan demikian Tergugat (Gibran) telah melakukan wanprestasi kepada Penggugat (Almas),” ujar Bambang dihubungi kumparan, Kamis (1/2).

Gugatan Kedua


Ini merupakan gugatan kedua yang diajukan oleh Almas. Teregister dengan nomor perkara 25/Pdt.G/2024/PN Skt. Terdaftar pada 29 Januari 2024.

Dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surakarta, ada dua gugatan Almas terhadap anak sulung Presiden Jokowi itu.

Gugatan pertama tercatat dengan nomor perkara 2/Pdt.G/2024/PN Skt. Terdaftar pada 22 Januari 2024.
Pada gugatan pertama itu, Almas juga menggugat Gibran telah melakukan wanprestasi. Almas meminta ganti rugi kepada Gibran sebesar Rp 10 juta yang diminta untuk dibayarkan ke panti asuhan di Surakarta.

Namun, hakim memerintahkan perkara itu dicoret. Sebab, gugatan itu dinilai bukan gugatan sederhana.
Hakim tidak menemukan adanya perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sifatnya masih persangkaan adanya perjanjian dari pihak Penggugat (bersifat abstrak). Sehingga pembuktiannya tidak sebagaimana pembuktian yang disyaratkan dalam gugatan sederhana.

Berikut penetapan hakim:

Menimbang, bahwa wanprestasi yang dimaksud Penggugat di dalam gugatannya setelah Hakim pelajari tidak ditemukan adanya perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sifatnya masih persangkaan adanya perjanjian dari pihak Penggugat (bersifat abstrak) sehingga pembuktiannya tidak sebagaimana pembuktian yang disyaratkan dalam gugatan sederhana.

Menimbang, bahwa setelah meneliti dan mempelajari gugatan a quo, hakim berpendapat gugatan tersebut tidak termasuk dalam gugatan sederhana.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka hakim perlu mengeluarkan penetapan.

Mengingat, ketentuan Pasal 11 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelesaian Gugatan Perkara Sederhana.

Menetapkan:

1. Menyatakan gugatan Penggugat bukan gugatan sederhana;
2. Memerintahkan panitera untuk mencoret perkara No. 2/Pdt.G.S/2024/PN Skt dalam register perkara;
3. Memerintahkan pengembalian sisa panjar biaya perkara kepada Penggugat.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Solo, Bambang Ariyanto, menjelaskan dicoretnya gugatan pertama Almas karena gugatan tersebut bukan gugatan sederhana, tetapi gugatan biasa. Jadi harus dimasukan ulang.

“Yang ini gugatan yang baru masuk, yang pertama dicoret karena bukan gugatan sederhana, tapi gugatan biasa. Jadi agar dimasukkan menjadi gugatan biasa,” kata dia.

Ditanya jadwal sidang kedua, ia mengatakan biasanya waktunya satu minggu setelah gugatan masuk ke PN. Termasuk hakim sidang diumumkan saat jadwal sudah ditetapkan.

Terkait Putusan 90


Almas memang pernah jadi pembicaraan di media tahun lalu. Gugatannya ke MK yang meminta pengubahan Pasal 169 huruf q UU Pemilu tentang syarat usia capres-cawapres dikabulkan.

Meski kontroversi dan prosesnya terbukti melanggar kode etik, namun putusan 90/PUU-XXI/2023 itu menjadi jalan tol Gibran Rakabuming Raka ke kontestasi Pilpres 2024. Padahal, usianya belum sampai 40 tahun.

Namun lewat gugatan Almas, MK mengubah bunyi Pasal 169 itu menjadi: “… q. Berusia paling rendah 40 tahun (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

Jadilah Gibran mencalonkan wakil presiden meski baru dua tahun sebagai Wali Kota Solo. Belum ada tanggapan dari Gibran mengenai adanya gugatan ini.

Sumber: kumparan
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita