GELORA.CO - Tindakan Kantor Perdana Menteri India melayangkan undangan makan malam G20 dengan atribut Narendra Modi sebagai perdana menteri “Bharat” berbuntut panjang. Jika India secara resmi menggunakan nama kuno itu di kancah internasional, Pakistan bisa mengambil alih nama ‘India’.
Kedua negara sedianya merupakan kesatuan di anak benua Asia Selatan sejak lama. Berbagai kerajaan silih berganti menguasai wilayah itu, baik yang bercorak Hindu, Budha, maupun Islam. Namun, benih adu domba yang ditanamkan kolonial Inggris saat berkuasa berujung pada pemisahan kedua negara berdasarkan komunitas agama pada 1947.
Dalam konstitusinya, negara mayoritas Hindu di bagian timur mengambil nama “India” dan “Bharat” sekaligus. Sementara yang mayoritas Islam di barat mengambil nama Pakistan yang artinya “Tanah yang Murni”.
India sedianya adalah nama yang disematkan kolonialis Inggris. Saat perjuangan kemerdekaan, Muhammad Ali Jinnah menolak nama itu untuk negara di anak benua Asia Selatan. Jinnah mengusulkan nama ‘Hindustan’ atau ‘Bharat’ untuk wilayah tersebut. Sementara pesain politiknya Jawaharlal Nehru memilih nama tinggalan kolonial, yakni India.
Atas dasar itu, selepas insiden kartu undangan makan malam G20, merujuk media Pakistan Siasat Daily, muncul dorongan mengambil alih nama India di Pakistan. Dasarnya, nama India merujuk pada kawasan sungai dan wilayah Hindus yang saat ini memang berada di wilayah Pakistan secara geografis.
Sementara di India, pihak oposisi mulai mengecam partai sayap kanan pendukung Modi, Baratya Janata Party (BJP) atas perselisihan nama India vs Bharat. Beberapa pihak menuduh hal tersebut tak ada hubungannya dengan sejarah, melainkan bentuk ketakutan partai pemerintah terhadap koalisi oposisi.
Sebanyak 26 partai oposisi India pada Juli 2023 lalu mengumumkan aliansi yang disebut “INDIA” untuk menghadapi BJP yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi dalam pemilihan parlemen tahun depan.
INDIA adalah singkatan dari “Indian National Developmental Inclusive Alliance” alias Persekutuan Inklusif Pembangunan Nasional. Partai-partai yang bergabung merentang dari berbagai komunitas dan ideologi. Ada partai nasionalis Partai Kongres India sebagai pemimpin koalisi, serta partai berhaluan kiri, partai kedaerahan, juga partai-partai Muslim. Total anggota parlemen koalisi itu sat ini sekitar 300 orang, berbanding dengan 500 orang yang mewakili BJP.
INDIA mengeklaim punya agenda penting. Mereka menilai hampir satu dekade pemerintahan Modi di India ditandai dengan kesulitan ekonomi; meningkatnya pengangguran; serangan oleh kelompok nasionalis Hindu terhadap kelompok minoritas di negara tersebut, khususnya Muslim; dan menyusutnya ruang bagi perbedaan pendapat dan kebebasan media.
Aliansi 26 partai tersebut berharap dapat menyerang BJP terkait isu-isu ini serta sejumlah masalah dalam negeri lainnya, termasuk konflik etnis yang mematikan di negara bagian Manipur di bagian timur laut.
Artinya aliansi ini bakal menjadi tantangan berat bagi BJP pada pemilu tahun depan. Bukan hanya bagi BJP, aliansi itu juga sejauh ini jadi harapan bagi Muslim untuk melepaskan diri dari persekusi sayap kanan ekstrem belakangan.
Siasat Daily melaporkan, serangan oosisi terhadap perubahan nama India menjadi Bharat sudah mulai dilancarkan. Menganggapnya sebagai upaya terang-terangan untuk memutarbalikkan sejarah negara, Ketua Menteri Benggala Barat Mamata Banerjee melancarkan serangan pedas terhadap BJP dan pemerintah karena mengirimkan undangan makan malam itu.
Anggota Parlemen Shiv Sena (UBT), Sanjay Raut, menyatakan pada Rabu bahwa mengubah nama India menjadi Bharat merupakan ‘penghinaan’ terhadap Konstitusi yang dibuat oleh Dr BR Ambedkar. Ia menunjukkan bahwa Konstitusi negara tersebut telah memasukkan kata ‘India’ dan ‘Bharat’, dan tidak ada seorang pun yang memiliki masalah dengan penggunaan kata ‘India’ selama bertahun-tahun. Sehingga, dia mempertanyakan siapa yang memberi hak kepada mereka untuk melakukan perubahan nama tersebut sekarang.
Di tengah kecaman, pemerintah BJP makin kekeuh. Pemerintah saat ini berencana menghapus sepenuhnya kata “India” dari Konstitusi, menurut laporan media. Langkah ini kabarnya sedang dipertimbangkan dalam Sidang Khusus Parlemen mendatang yang dijadwalkan digelar pada 18-22 September.
Masih harus dilihat apakah pemerintah pusat benar-benar akan menghapus kata “India” dari Konstitusi dan menjadikan “Bharat” sebagai satu-satunya nama negara. Jika hal ini terjadi, maka timbul pertanyaan apakah Pakistan memang akan mengklaim nama ‘India’.
Tentang 'Bharat'
Selama bertahun-tahun, pemerintahan nasionalis BJP telah mengubah nama kota-kota kolonial, dengan dalih membantu India mengatasi mentalitas perbudakan. Dalam bahasa Inggris raksasa Asia Selatan disebut India, sedangkan dalam bahasa India disebut juga Bharat, Bharata, dan Hindustan.
Pembukaan konstitusi versi bahasa Inggris dimulai dengan kata-kata "Kami, rakyat India". Kemudian di Bagian Pertama dokumen tersebut dinyatakan “India, yaitu Bharat, akan menjadi perserikatan negara-negara.”
Dalam bahasa Hindi, konstitusi bergantian penyebutan India dengan Bharat, kecuali bagian yang mendefinisikan nama negara tersebut. Menghapus nama India dan hanya menggunakan Bharat memerlukan amandemen konstitusi yang harus disetujui oleh dua pertiga mayoritas di kedua majelis parlemen.
Penulisan perubahan nama terjadi beberapa hari setelah pemerintah mengumumkan sidang khusus parlemen selama lima hari yang mengejutkan pada akhir bulan ini, tanpa mengungkapkan agenda apa pun. Langkah tersebut memicu laporan yang belum dikonfirmasi bahwa perubahan nama dapat didiskusikan dan disahkan selama sesi tersebut.
Belum ada konfirmasi apakah langkah tersebut sedang direncanakan. Namun anggota pemerintah dan partai berkuasa BJP telah menyarankan agar nama Bharat lebih diutamakan daripada India. Kelompok ultranasionalis Hindu Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), induk ideologis BJP, selalu bersikeras menyebut negara itu Bharat.
Nama India dan Bharat telah ada selama lebih dari dua milenium. Beberapa pendukung nama Bharat menyatakan, nama "India" diberikan oleh penjajah Inggris. Sementara para sejarawan mengatakan, nama "India" sudah ada sejak berabad-abad sebelum pemerintahan kolonial.
India berasal dari sungai Indus, yang dalam bahasa Sansekerta disebut Sindhu. Wisatawan dari Yunani akan mengidentifikasi wilayah tenggara Sungai Indus sebagai India bahkan sebelum kampanye Alexander Agung di India pada abad ke-3 sebelum masehi. Nama Bharat muncul dalam kitab suci India kuno. Namun menurut beberapa ahli, nama Bharat digunakan sebagai istilah identitas sosial budaya ketimbang geografi.
Sumber: republika