GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) meyakini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan menangkap eks kader PDI-P sekaligus buron Harun Masiku, menjelang tahun politik.
Harun merupakan tersangka penyuapan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Ia sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) lebih dari 1.275 hari.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, pihaknya yakin KPK tidak akan memberikan perhatian serius untuk mencari Harun di tengah tahun politik seperti saat ini.
“Sebab, jika Harun diringkus, besar kemungkinan akan ada elite partai politik besar akan turut terseret,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/7/2023).
Menurut Kurnia, KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri menjadi lembaga antirasuah yang paling takut menghadapi politisi.
Karena itu, perkara seperti memburu Harun Masiku bakal sulit diungkap.
Padahal, ia menilai KPK dengan segala wewenang dan perangkatnya bukan tidak bisa menangkap Harun.
“KPK bukan tidak mampu menemukan keberadaan Harun, melainkan memang tidak mau,” ujar Kurnia.
Kurnia menilai, penjelasan yang disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengenai perburuan Harun hanya gimmick semata.
ICW menilai, penanganan perkara Harun sejak awal sudah janggal. Bahkan pimpinan KPK tidak serius menangkap kader PDI-P itu.
“Pimpinan KPK pun terlihat seperti melindungi Harun,” tutur Kurnia.
Sebelumnya, Asep Guntur Rahayu menyebut KPK telah menerjunkan tim guna mencari Harun ke masjid di salah satu negara tetangga pada bulan lalu.
Mereka juga telah mencari keberadaan Harun di tempat ibadah, hingga apartemen dan menindaklanjuti informasi mengenai orang dengan nama dan ciri-ciri yang mirip DPO itu.
“Melakukan pengecekan karena memang ada informasi saudara HM (Harun Masiku) itu di sana, ada di masjid, kami sudah cek di sana,” kata Asep saat ditemui awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/7/2023).
Meski demikian, kata Asep, KPK belum juga berhasil menangkap Harun. Ia mengaku tidak memiliki hambatan apapun termasuk administrasi.
Sebab, red notice dari interpol atas nama Harun Masiku sudah terbit sehingga kader PDI-P itu menjadi buron di negara tetangga.
Adapun Harun diduga menyuap Wahyu Setiawan dengan uang Rp 600 juta.
Suap diberikan agar ia ditetapkan sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Hasil Pemilu menyatakan, Harun hanya mengantongi 5.878 suara di posisi keenam. Namun, PDI-P justru mengajukan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin.
Sumber: kompas