Singgung Proyek <i>Food Estate</i> Mangkrak, GMNI Kritik Kinerja Menhan Prabowo

Singgung Proyek Food Estate Mangkrak, GMNI Kritik Kinerja Menhan Prabowo

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Mangkraknya program Food Estate yang dikomandoi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dikritik oleh DPP GMNI. Food Estate merupakan program demi mencegah ancaman krisis pangan, yang digagas di berbagai wilayah, seperti Kalimantan, Sumatera, Maluku, NTB, NTT dan Papua.

Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengatakan data yang ia catat luas lahan yang digarap dalam proyek ini adalah 164.598 hektar. Rinciannya adalah lahan intensifikasi seluas 85.456 hektar dan lahan ekstentifikasi seluas 79.142 hektar.

Pantauan Arjuna, proyek yang berjalan hampir tiga tahun program belum nampak menghasilkan. Ia kemudian mencontohkan, di Kalimantan Tengah, ada perkebunan singkong seluas 600 hektare mangkrak dan 17.000 hektare sawah baru tak kunjung panen. Padahal, sambung Arjuna, proyek food estate ini menelan anggaran cukup besar, sekitar Rp 1,5 triliun pada 2021-2022.

“Proyek ini menelan anggaran besar. Tapi banyak yang mangkrak dan gagal. Prabowo Subianto sebagai penanggung jawab jelas gagal. Tak mampu menyukseskan program Presiden Jokowi," jelas Arjuna kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (21/5).

Arjuna juga menilai, proyek ini rawan konflik kepentingan. Pasalnya, PT Agro Industri Nasional (Agrinas) yang ditunjuk sebagai mitra pelaksana food estate diisi oleh orang-orang dekat Prabowo, sebagian besar dari mereka adalah pimpinan teras Partai Gerindra dan tim sukses Prabowo saat kampanye Pilpres 2019.

“Ini rawan konflik kepentingan, program negara rawan jadi sapi perah dan banjakan. Bisa menciptakan bisnis kroni. Jangan sampai kita kembali seperti masa Orde Baru, Negara dikuasai para kroni," tambah Arjuna

Berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020, BPK menemukan anggaran bermasalah dalam program food estate.

Dikatakan Arjuna, laporan tersebut mengungkapkan realisasi cetak sawah di enam kabupaten yang kurang dari kontrak dan menyebabkan kerugian Rp 9,66 miliar, pekerjaan cetak sawah tak jalan di enam provinsi menyebabkan kerugian Rp 25,20 miliar.

“Saya kira temuan BPK ini perlu ditindaklanjuti. Karena ini program negara, dibiayai pajak rakyat. KPK harus turun tangan menyelidiki potensi kerugian negara," tutur Arjuna.

Sumber: rmol
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita