Luhut-Airlangga di Pandora Papers, Didik: Kalau Didiamkan, Pemerintah Berarti Kompromi dengan Penyelundupan Pajak

Luhut-Airlangga di Pandora Papers, Didik: Kalau Didiamkan, Pemerintah Berarti Kompromi dengan Penyelundupan Pajak

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Konsorsium jurnalis investigasi baru-baru ini merilis data bertajuk Pandora Papers. Bukan hanya mencakup aktivitas usaha para kepala negara dan pemimpin dunia di negara bebas pajak, Pandora Papers juga menyebut dua nama Menteri Koordinator yang masih menjabat saat ini, yakni Luhut Binsar Pandjaitan dan Airlangga Hartarto.

Diketahui, dalam laporan itu, disebutkan ada puluhan kepala negara dan pemerintah dunia disebutkan berupaya menggunakan suaka pajak. Modusnya dengan menyembunyikan aset mereka senilai jutaan dolar AS di perusahaan yang didirikan di suaka pajak.

Laporan terbaru yang bertajuk Pandora Papers ini diungkap oleh gabungan konsorsium media ICIJ. Dari jutaan dokumen yang dikumpulkan dan dianalisis, muncul 35 nama pemimpin dan mantan pemimpin dunia.

Salah satu nama yang cukup disorot adalah Raja Yordania Abdullah II, lalu ada nama Perdana Menteri Ceko Andrej Babis, hingga mantan perdana menteri Inggris Tony Blair.

Bukan hanya pemimpin dunia, dua nama pejabat RI juga tercantum di Pandora Papers, yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam data ICIJ terungkap bahwa Airlangga sempat mendirikan dua perusahaan cangkang di British Virgin Island (BVI) dan Bahama. Sementara Luhut juga disebut mendirikan perusahaan cangkang di Ekuador, yakni Petrocapital.

Terkait nama Airlangga dan Luhut di Pandora Papers, pakar ekonomi Didik J Rachbini muncul angkat suara. Dalam program Apa Kabar Indonesia Petang, dikutip Kamis 7 Oktober 2021, Didik menyebut ini adalah bentuk pelanggaran hukum serius.

Menurutnya, paper ini memang bersifat rahasia yang hanya bisa diungkap oleh peneliti-peneliti, LSM, publik figur yang ingin mengetahui seperti apa penyimpangan kalangan jetset hingga para pejabat publik.

Kata dia, model perusahaan cangkang sendiri sudah dilakukan oleh para pihak hampir 1 abad lamanya untuk menyelundupkan pajak.

“Jadi kalau ada nama Luhut ada dan juru bicaranya bilang dia sudah mundur sejak 2010 itu tidak selesai di sana saja. Harus ada investigasi, inilah kesempatan, sebab itu perusahaan rahasia yang dipakai untuk menyelundupkan pajak,” kata Didik.

Bagi Didik, apa yang dilakukan Airlangga dan Luhut hingga namanya tercantum di Pandora Papers adalah bentuk pelanggaran hukum serius. Bahkan kalau perlu BPK dan DPR turun tangan untuk melakukan penyelidikan.

“Ini pelanggaran hukum serius, tak cukup dengan beri keterangan beliau sudah mundur, sementara perusahaanya kan di situ, asetnya masih di situ, perlu diketahui juga bisnis apa yang mereka jalankan,” katanya.

Pemerintah dan DPR jangan mau kompromi

Menurut Didik, sebenarnya metode ini diduga juga sudah dilakukan sejak era Orde Baru. Maka itu, Pemerintah dan DPR diminta tak tinggal diam. Dia juga berharap agar kasus ini tak sekadar jadi konsumsi media tanpa ada tindak lanjut.

“Kalau didiamkan, Pemerintah dan DPR berarti kompromi dengan penyelundupan pajak!”

Baginya, Airlangga dan Luhut diduga coba mencari keuntungan pribadi dengan berupaya menghilangkan kewajiban pajak yang membuat negara rugi besar. Apalagi suaka pajak sendiri memang ditujukan untuk menampung dana-dana bodong.

“Ini kesempatan DPR, BPK, atau Presiden harus minta pertanggungjawaban anak buahnya karena ada indikasi pelanggaran. Bayangkan orang berbisnis di Indonesia, memakai sumber dana Indonesia, tetapi keuntungannya dilempar ke luar negeri demi menghindari pajak,” katanya. [hops]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita