Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Akal-akalan Oligarki karena Khawatir Zona Nyamannya Bubar

Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Akal-akalan Oligarki karena Khawatir Zona Nyamannya Bubar

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Wacana amandemen UUD 1945 perpanjangan masa jabatan presiden dianggap sebagai akal-akalan kelompok oligarki yang khawatir zona nyamannya bubar jika rezim berganti.

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, UUD hasil amandemen Pasal 7 UUD 1945 membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Kata Satyo, tujuannya menghindari kesewenang-wenangan dan akibat pengalaman traumatik bangsa Indonesia di masa orde lama dan orde baru yang menjadi otoriter, represif dan korup karena terlalu lama berkuasa.

"Wacana Presiden 3 periode ataupun perpanjangan masa jabatan tidak sesuai UU dan juga ahistoris dengan perjuangan mahasiswa, pemuda dan segenap rakyat Indonesia di tahun 1998 dengan berkorban jiwa, raga dan harta untuk membawa bangsa Indonesia ke orde reformasi," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (7/9).

Hal tersebut kata Satyo, mengapa konstitusi membatasi Presiden dan Wakil Presiden hanya menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih hanya sebanyak dua kali dan tidak dikenal penambahan masa jabatan.

"Amanat konstitusinya seperti itu, hukum mengatakan tidak boleh ada orang menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden lebih dari dua kali masa jabatan," kata Satyo.

Jika alasannya pandemi Covid-19 kata Satyo, seluruh dunia pun mengalami hal yang sama.

Bahkan, dalam catatan Satyo, pemerintah pernah ngotot menggelar Pilkada di tengah pandemi pada Desember 2020. Proses pelaksanaannya pun berjalan sesuai tahapan yang harus dilalui.

Satyo mengendus, wacana perpanjangan masa jabatan bukan berdasar kebutuhan rakyat, tetapu hanya keinginan kelompok oligarki. Ia menduga, kelompok oligarki tidak ingin zona nyamannya berubah saat rezim berganti.

"Wacana tersebut adalah berasal dari segelintir elite dan hanya konsumsi elite. Sehingga bisa dipastikan wacana tersebut bukan atas dasar kebutuhan rakyat, patut diduga hal itu adalah akal-akalan kelompok oligarki yang khawatir zona nyamannya bubar jika rezim berganti," pungkas Satyo. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita