Soal Perwakilan Myanmar, PBB Bimbang Pilih Militer atau Sipil

Soal Perwakilan Myanmar, PBB Bimbang Pilih Militer atau Sipil

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - PBB menghadapi dilema. Dalam rapat dewan umum PBB (UNGA) pekan depan, mereka harus memutuskan siapa yang akan diterima sebagai perwakilan dari Myanmar. Apakah duta besar yang diusulkan junta militer atau dari pemerintahan bayangan. Kedua pihak sama-sama mengirimkan surat yang mengusulkan calon masing-masing.

Duta Besar Myanmar untuk PBB saat ini, Kyaw Moe Tun, adalah utusan pemerintahan sebelumnya ketika belum ada kudeta militer. Sudah berkali-kali junta militer Myanmar berusaha menggantikan posisi Kyaw Moe Tun dengan orang lain. Bukan hanya karena dia bukan orang militer, melainkan juga karena Kyaw Moe Tun sangat lantang menyuarakan kritik dan menentang kudeta.

PBB harus membuat keputusan bijak. Sebab, memilih satu dari dua pihak itu akan menimbulkan masalah. Jika yang dipilih adalah diplomat yang ditunjuk junta militer, itu bakal kian menguatkan mereka. Militer telah membunuh lebih dari seribu orang sejak kudeta terjadi. Jika kursi dibiarkan kosong, itu bisa merusak peluang solusi politik.

Memilih wakil dari Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) juga tak kalah pelik. Itu justru akan berisiko mengisolasi militer. Padahal, di saat bersamaan, para diplomat regional mendorong gencatan senjata agar bisa menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Situasi di Myanmar masih panas karena sebagian penduduk memilih angkat senjata lewat perang gerilya. PBB memperkirakan 176 ribu orang telah kehilangan tempat tinggal sejak kudeta Februari lalu. Ekonomi ambruk dan sistem kesehatan terpuruk.

Sebanyak 11 pakar hukum terkemuka ikut bergerak mencari solusi. Mereka menandatangani surat terbuka berisi pendapat hukum terkait siapa yang jadi wakil Myanmar di PBB.

Mereka menegaskan bahwa junta militer memiliki catatan buruk tentang hak asasi manusia (HAM). Salah satu yang menandatangani adalah ketua jaksa pendiri pengadilan pidana internasional PBB untuk bekas Yugoslavia dan Rwanda Richard Goldstone.[jawapos]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita