Silat Lidah Yusril Vs 2 Elite PD hingga Seret SBY

Silat Lidah Yusril Vs 2 Elite PD hingga Seret SBY

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO -  Yusril Ihza Mahendra bersilat lidah dengan dua elite Partai Demokrat, Rachland Nashidik dan Andi Arief, soal gugatan AD/ART partai berlambang logo Mercy itu. Yusril bahkan sampai menyeret nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Silat lidah ini bermula dari upaya menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung oleh advokat Yusril Ihza Mahendra. Kantor hukum Yusril dan Yuri Kemal Fadlullah, IHZA&IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE, digandeng empat orang eks kader Partai Demokrat guna mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terkait uji formil dan materiil Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat era Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).


Dalam keterangan resminya, Kamis (23/9/2021), Yusril dan Yuri mengatakan langkah menguji formil dan materiil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan Mahkamah Agung berwenang menguji AD/ART parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.

"Nah, kalau AD/ART parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?" kata Yusril.

Yusril mengatakan memang ada kevakuman hukum terkait uji materiil AD/ART partai politik. Pasalnya, kata dia, mahkamah partai, yang merupakan kuasi peradilan internal partai, dan pengadilan negeri, yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh mahkamah partai, tidak berwenang menguji AD/ART.

Tak hanya itu, Yusril bahkan menyebut Pengadilan TUN sekalipun juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara. Atas dasar itulah Yusril akhirnya menyusun argumen berkaitan dengan polemik AD/ART ini.

"Karena itu, saya menyusun argumen--yang insyaallah cukup meyakinkan--dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah dan Dr Fahry Bachmid, bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak. Sebab, penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," ujar Yusril.

Tanggapan Partai Demokrat
Partai Demokrat mempertanyakan maksud dari keempat mantan kader partainya itu. Ketua DPP Demokrat yang duduk di Komisi III DPR, Didik Mukrianto, menyebut uji materiil tersebut sebagai upaya mencari pembenaran atas terselenggaranya KLB ilegal pada Maret 2021.

"Dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara, gerombolan Moeldoko sedang mencari pembenaran ke MA agar dapat melegalkan 'begal politik' yang mereka lakukan," ujar Didik dalam keterangannya, Kamis (23/9/2021).

Demokrat menegaskan Kongres 2020 sudah sah dan demokratis. Didik pun bingung jika ini terus digugat.

"Kongres Partai Demokrat 2020 sudah sesuai aturan dan demokratis. Tidak mungkin lagi diperdebatkan konstitusionalitasnya. SK menterinya juga sudah dikeluarkan lebih dari 1 tahun yang lalu. 'Akrobat hukum' apa lagi yang mereka mau pertontonkan ke publik?" ujarnya.

Yusril Dinilai Memihak
Karena langkahnya ini, Yusril justru dinilai memihak dan mendapat keuntungan dari praktik politik Moeldoko.

"Yusril Ihza Mahendra mengaku netral dalam skandal pembegalan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Ia mengaku menjadi kuasa hukum Moeldoko hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik," kata Elite Partai Demokrat, Rachland Nashidik, dalam keterangannya, Jumat (23/9/2021).


"Tapi skandal hina pengambilalihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik. Dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas," lanjutnya.

Rachland lantas menyinggung Yusril yang menilai ada kekosongan hukum terkait ketiadaan otoritas negara untuk menguji kesesuaian AD/ART Partai Demokrat dengan undang-undang. Padahal, menurut Rachland, ada partai lainnya yang bahkan memiliki kekuasaan jauh lebih besar dalam kewenangannya.

"Ia justru secara spesifik dan selektif menyoal AD/ART Partai Demokrat. Melewatkan secara sengaja AD/ART partai partai politik anggota koalisi pemerintah. Padahal, faktanya, ada partai anggota koalisi pemerintah yang memiliki struktur Majelis Tinggi namun dengan kekuasaan yang bahkan jauh lebih besar, yakni berwenang membatalkan semua keputusan Dewan Pengurus, Yusril, bila meneliti, pasti juga akan menemukan AD/ART partai lain pendukung Jokowi yang mengatur KLB hanya bisa diselenggarakan atas persetujuan Ketua Dewan Pembina," ucapnya.


Ungkit Anak Yusril
Hal senada disampaikan oleh elite Partai Demokrat (PD) Andi Arief. Dia bahkan membuat percakapan imajiner antara Yusril Ihza Mahendra dan majelis hakim Mahkamah Agung. Percakapan itu seolah terjadi dalam persidangan.

Menurut Andi Arief, Yusril dan anaknya pernah meminta dukungan kepada PD saat pencalonan pilkada. Tapi saat ini malah membantu eks kader PD mengajukan gugatan AD/ART.

"Bukti autentik YIM mengakui AD/ART Demokrat itu sah yang saat anaknya dan PBB meminta dan mendapat rekomendasi pencalonan pilkada," kata Andi Arief kepada wartawan, Jumat (24/9/2021).(detik)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA