Polri Ungkap TPPU Senilai Rp 531 Miliar dari Bisnis Obat Ilegal

Polri Ungkap TPPU Senilai Rp 531 Miliar dari Bisnis Obat Ilegal

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari peredaran obat ilegal. Dalam perkara ini, Polri yang bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berhasil mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp 531 miliar.

“Kasus TPPU money laundering. Jadi ini hasil pengungkapan kasus money laundering kasus pencucian uang yang dilaksanakan secara bersama-bersama antara Bareskrim dengan PPATK,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helmy Santika dalam konferensi pers di Kompleks Mabes Polri, Kamis (16/9).

Perkara ini telah menjerat seorang tersangka yakni, Dianus Pionam alias DP yang saat ini sedang menjalani proses peradilan di Mojokerto. Perkara ini sebelumnya ditangani oleh Polres Mojokerto.

Helmy menyebut, DP melakukan penjualan obat ilegal salah satunya jenis obat-obatan untuk aborsi. Dia yang tidak mempunyai keahlian farmasi melakukan penjualan obat tanpa izin edar.

“Dia tidak memiliki perusahaan yang bergerak di bidang farmasi namun dia menjalankan, mendatangkan obat-obat dari luar tanpa izin edar dari BPOM,” papar Helmy.

Helmy menyampaikan, DP menjalankan aksinya menggunakan sembilan rekening tabungan yang berbeda-beda. Uang dalam tabungan dan deposito atas nama DP seluruhnya berjumlah Rp 530.000.000.000.

Polri menduga, DP yang tidak mempunyai keahlian obat-obatan memeroleh obat dari luar negeri. Tersangka menawarkan kepada pembeli baik perorangan atau Apotik atau Toko Obat di Jakarta maupun di kota lainnya, menggunakan handphone dan aplikasi Whatsapp.

“Setelah disepakati jumlah dan harganya serta cara pengirimannya, tersangka DP memesan obat dari penyedia di luar negeri. Kemudian melakukan pembayaran dengan transfer dari rekening atas nama tersangka DP ke rekening penyedia obat di luar negeri,” papar Helmy.

Setelah masuk Indonesia, obat-obatan tersebut tanpa melalui proses regristrasi untuk mendapatkan Izin Edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Tersangka DP memerintahkan karyawannya atau menggunakan kurir untuk mengambil obat dimaksud, sekaligus mengirimkannya sesuai dengan alamat pembeli yang disepakati.

Setelah obat diterima oleh pembeli, kemudian pembeli melakukan pembayaran dengan cara transfer ke rekening keduanya atas nama tersangka DP sesuai jatuh tempo yang telah disepakati.

“Tersangka DP mendapatkan keuntungan sebesar 10 sampai dengan 15 persen dari harga barang yang diterimanya secara berkelanjutan sejak tahun 2011-2021,” ungkap Helmy.

Tersangka DP disangkakan melanggar Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) dengan Pidana Penjara Paling Lama 10 Tahun dan denda paling banyak RP 1.000.000.000.[jawapos]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita