Tandingi BRI China, India Hidupkan Kembali Megaproyek Koridor Penghubung Asia-Afrika

Tandingi BRI China, India Hidupkan Kembali Megaproyek Koridor Penghubung Asia-Afrika

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Sengketa wilayah memicu perselisihan yang lebih luas antara China dan India. Saat ini India bahkan sedang mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali Asia-Africa Growth Corridor (AAGC), yang diyakini dapat menjadi tandingan Belt and Road Initiatives (BRI) milik China.

AAGC merupakan megaproyek infrastruktur yang bertujuan menghubungkan Asia dan Afrika. Proyek yang diluncurkan pada 2017 ini adalah kolaborasi antara India dan Jepang.

Saat ini, BRI China mengalami hambatan karena pandemi Covid-19. Sejak 2019, komitmen pinjaman China ke Afrika telah berkurang.

Berdasarkan studi dari Carnegie Endowment for International Peace, pemodal China berkomitmen 153 miliar dolar AS untuk peminjam sektor publik Afrika antara tahun 2000 hingga 2019.

"Setelah pertumbuhan yang cepat di tahun 2000-an, komitmen pinjaman tahunan ke Afrika mencapai puncaknya pada tahun 2013, tahun BRI diluncurkan. Namun, pada 2019, komitmen pinjaman China baru hanya berjumlah 7 miliar dolar AS untuk benua itu, turun 30 persen dari 9,9 miliar dolar AS pada 2018,” jelas studi tersebut.

Selain itu, skema loan-to-own dalam pinjaman-pinjaman China memicu banyak keraguan.

Di sisi lain, AAGC dipandang menjanjikan, namun perlu ada evaluasi dan perubahan, khususnya dalam mekanisme pendanaan yang lebih layak dan transparan.

Begitu yang disampaikan oleh French Institute of International Relations (IFRI) ketika menganalisis proyek tersebut, seperti dikutip India Narrative pada Minggu (18/7).

Menurut IFRI, keterlibatan badan-badan multilateral, seperti Asian Development Bank sangat diperlukan untuk menyuntikan dana dalam proyek AAGC.

"Kita harus memikirkan bagaimana kita bisa merevisi AAGC agar lebih menarik dan bermanfaat. Ini harus menjadi proyek yang berorientasi pada keuntungan daripada visi pembangunan manusia," jelas IFRI.

Selama ini, lebih dari 65 persen pinjaman China digunakan untuk sektor infrastruktur seperti energi, pertambangan, konstruksi, hingga transportasi. Sementara dana dari Eropa, Amerika, hingga Jepang lebih fokus pada sektor sosial seperti kesehatan, pendidikan dan kemanusiaan.

AAGC perlu membuat pola pinjaman campuran yang adil, baik dalam bentuk hibah dan pinjaman ke Afrika.

"Sudah saatnya India dan negara-negara lain melihat Afrika untuk mematikan pengembangan kemitraan," ujar pengusaha asal India di Kenya. [rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA