Gonta-ganti Nama dari PSBB Hingga PPKM level 4, Apa Bedanya?

Gonta-ganti Nama dari PSBB Hingga PPKM level 4, Apa Bedanya?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Lebih dari satu tahun sudah Indonesia dilanda Pandemi COVID-19. Selama itu juga Pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk menangani Pandemi, termasuk membatasi kegiatan dan mobilitas masyarakat.

Sejumlah kebijakan juga sudah dikeluarkan oleh Pemerintah sejak awal munculnya virus COVID-19 di Indonesia. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB sampai dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM.

Dirangkum VIVA dari berbagai sumber, ini beberapa kebijakan Pemerintah dalam menangani Pandemi COVID-19 selama 1,5 tahun terakhir. Yaitu: 

1. PSBB

Kebijakan PSBB ini mulai diterapkan pada April 2020. Penerapan PSBB ini meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan juga pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Untuk dapat menerapkan PSBB di suatu daerah, pemerintah daerah harus berkoordinasi lebih dulu dengan Pemerintah pusat, dan perlu melalui beberapa kajian. 

Sebelum memberikan rekomendasi, menteri harus membentuk tim yang melakukan kajian epidemiologis, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.

2. PSBM

Setelah PSBB, pada September 2020, muncul istilah kebijakan PSBM atau Pembatasan Sosial Berskala Mikro. PSBM pada dasarnya adalah pembatasan yang dilakukan di tingkat desa, kampung, RW, hingga RT.

Warga di lokasi PSBM diawasi secara ketat dan tidak bisa leluasa keluar-masuk selama periode 14 hari. Warga yang ingin keluar atau masuk wajib meminta surat pengantar pada tim pelaksana PSBM di wilayah bersangkutan, dalam hal ini adalah gugus tugas di tingkat kabupaten/kota.

3. PPKM Jawa-Bali

Tak hanya sampai di PSBM, karena kasus COVID-19 belum juga dapat diatasi, Pemerintah kembali membuat kebijakan baru dengan istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM pada provinsi yang berada di pulau Jawa dan Bali. Kebijakan ini dikenal dengan PPKM Jawa-Bali.

PPKM Jawa-Bali ini diterapkan sejak 11 Januari 2021 di 7 provinsi di Jawa-Bali dengan tingkat penularan tinggi. Kebijakannya meliputi 75 persen WFO di sektor non-esensial, 100 persen WFO di sektor esensial, kapasitas tempat ibadah maksimal 50 persen, serta seluruh KBM secara daring.

4. PPKM Mikro

Setelah PPKM Jawa-Bali dinilai belum maksimal, Pemerintah kembali membuat istilah baru yakni PPKM Mikro. Ini adalah strategi pembatasan kegiatan masyarakat hingga unit terkecil di level RT/RW.

Pada PPKM mikro, pekerja yang bekerja di kantor dibatasi 50 persen. Pusat perbelanjaan atau mal boleh beroperasi hingga pukul 21.00. Kemudian, kapasitas makan di restoran atau dine-in dibatasi maksimal 50 persen. Kapasitas rumah ibadah dibatasi maksimal 50 persen.

5. Penebalan PPKM Mikro

Setelah kasus COVID-19 kembali meningkat, pemerintah kembali membuat kebijakan dengan istilah yang hampir sama. Kali ini istilah yang digunakan adalah Penebalan PPKM Mikro yang diberlakukan mulai 22 Juni 2021 sampai dengan 5 Juli 2021. 

Beberapa hal yang diatur diantaranya operasional tempat usaha, khususnya restoran maupun warung makan di mana makan di tempat hanya diperbolehkan maksimal 25 persen. Kemudian Pasar hingga pusat perbelanjaan juga hanya diperbolehkan beroperasi hingga pukul 20.00 WIB.

Perkantoran yang berada di Zona Merah: WFH 75 persen dan WFO 25 persen, kemudian perkantoran di Zona Lainnya: WFH 50 persen dan WFO 50 persen. 

6. PPKM Darurat

Pemerintah kembali mengeluarkan istilah baru untuk membatasi kegiatan dan mobilisasi masyarakat. Setelah kasus melonjak semakin tajam, pemerintah membuat kebijakan yang disebut PPKM Darurat yang berlaku 3-20 Juli 2021 di Jawa-Bali, dan juga beberapa wilayah di luar Jawa-Bali.

Aturan ini meliputi 100 persen WFH di sektor non-esensial, maksimal 50 persen WFO di sektor esensial, pusat perbelanjaan ditutup, serta restoran/rumah makan hanya menerima delivery/take away.

7. PPKM Level 4 

Pemerintah telah memastikan untuk memperpanjang PPKM sampai 25 Juli 2021. Namun tidak lagi menambahkan kata 'Darurat' dalam aturan tersebut dan Pemerintah lebih memilih menggunakan istilah PPKM Level 4.

Menurut Menko Marves, Luhut Panjaitan penggunaan kata Level 4 itu karena status kedaruratan COVID-19 diukur dengan level 1, 2, 3 dan 4. Saat ini, keadaan sudah berada di level 4 yang bisa diartikan sangat darurat.

Dalam aturan ini, tidak banyak mengalami perubahan ketentuan dari PPKM Darurat. Hanya ada tambahan ketentuan terkait pengaturan sistem kerja kantor pemerintahan di sektor esensial yang memberikan layanan publik yang tidak bisa ditunda.

Oleh karena itu, untuk sektor tersebut diberlakukan work from office (WFO) atau kerja dari kantor maksimal 25 persen dengan protokol kesehatan yang ketat.[viva]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita