Sentil Mahfud, Said Didu: Binatang Saja Akan Tinggalkan Tempatnya Jika Merasa Tak Sesuai

Sentil Mahfud, Said Didu: Binatang Saja Akan Tinggalkan Tempatnya Jika Merasa Tak Sesuai

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menyentil Mahfud MD terkait pernyataannya bahwa hukum itu dapat diperjualbelikan di negeri ini.

Said Didu menyindir dengan sebuah perumpamaan bahwa binatang saja akan meninggalkan habitatnya bila memang sudah tak sesuai.

Meninggalkan tempat yang sudah tak sesuai itu, menurut Said Didu, lebih baik dibanding harus mati sia-sia atau tak bermakna.

Maka, lebih baik meninggalkan tempat itu untuk mencari tempat yang lebih sesuai dengan prinsip kehidupannya.

“Saya ganti narasinya supaya jelas. Binatang saja akan meninggalkan tempatknya jika merasa habitatnya sudah tidak sesuai daripada mati tidak bermakna dan mencari habitat lain yang bisa meneruskan kehidupannya sesuai prinsip hidupnya. Itu saja,” katanya melalui akun Twitter Msaid_didu pada Minggu, 6 Juni 2021.

Saat ini, Mahfud MD memang cukup ramai diperbincangkan di Twitter terkait pernyataannya soal korupsi, hukum, dan lain-lain.

Salah satu yang diperbincangkan adalah pernyataannya bahwa korupsi banyak terjadi karena hukum sudah lepas dari sukmanya dan dapat diperjualbelikan.

Hal itu disampaikan Mahfud MD saat menjadi pembicara dalam acara dialog ‘Perkembangan Situasi Aktual Politik, Hukum, dan Keamanan’ yang digelar Universitas Gadjah Mada. 

“Sekarang ini kenapa banyak korupsi? karena kalau kita bicara hukum, hukum itu sudah terlepas dari sukmanya,” kata Menko Polhukam itu pada Sabtu, 5 Juni 2021, dilansir dari Kumparan.

Mahfud mengatakan bahwa hukum tak bisa dilepaskan dari norma-norma kehidupan, yakni nilai kesopanan, kesusilaan, hingga agama.

Masalahnya, kata Mahfud, saat ini hukum sudah lepas dari moralitas. Bahkan, korupsi pun ada dalilnya.

“Kalau DPR katakan ‘saya endak mau kalau enggak dikasih anggaran begini’. DPRD ‘saya endak mau setuju Perda ini kalau saya tidak jatah begini’ itu ada dalilnya,” ungkapnya.

“Karena membuat Perda itu harus dengan persetujuan DPRD. Ditangkaplah itu Gubernur Jambi itu, karena buat proyek, DPRD tidak setuju (lalu) kasih Alphard satu-satu, kena. Perdanya jadi. Alasannya benar nih secara hukum, karena kewenangannya DPR, DPRD tingkat 1, 2, sampai pusat begitu mainnya,” sambungnya.

Bukan hanya di pemerintahan, hal yang sama juga berlaku di pengadilan di mana penggunaan pasal bisa diatur untuk memenangkan pihak tertentu.

“Di pengadilan juga begitu. Kalau anda mau memenangkan perkara ini pake pasal ini, kalau menangkan ini pasal ini. Saya katakan hukum itu bisa dijualbelikan, beli,” ungkap Mahfud. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita