Raja OTT KPK Berharap pada Jokowi, Ngabalin: Jangan Paksa Langgar UU

Raja OTT KPK Berharap pada Jokowi, Ngabalin: Jangan Paksa Langgar UU

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kantor Staf Presiden (KSP) menanggapi permintaan salah satu kepala satuan tugas penyelidikan terbaik KPK, Harun Al Rasyid kepada Presiden Jokowi usai terancam 'disingkirkan' gegara polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). 

KSP meminta jangan ada pihak yang memaksakan kehendak untuk Presiden Jokowi melanggar aturan atau Undang-undang.

Hal tersebut diungkap oleh Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin. Dia awalnya menyebut urusan pengaluhan ASN terhadap para pegawai KPK sesuai UU nomor 19 tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah itu sebetulnya kewenangan KPK.

"Iya dalam banyak kesempatan lalu saya menyampaikan bahwa baik dalam urusan pengalihan pegawai KPK ke ASN maupun proses yang dilakukan kemarin adalah menjadi kewenangan yang dilakukan secara internal oleh KPK, kita bicara mengenai UU nomor 19 tahun 2019 mengenai KPK, kita bicara juga mengenai peraturan pemerintah tentang pengalihan pegawai KPK kepada pegawai ASN," kata Ngabalin saat dihubungi, Rabu (2/6/2021).

Ngabalin menyebut itu juga berlaku terkait pelaksaan hingga proses alih status tersebut yakni sesuai peraturan KPK nomor 1 tahun 2021. Tak hanya itu, dia juga meminta agar pihak lain tidak lupa ini merupakan urusan lembaga tinggi negara.

"Kemudian banyak yang bertanya bagaimana pelaksanaannya, bagaimana prosesnya, rujukannya adalah peraturan internal KPK nomor 1 tahun 2021, tentang tata cara pengalihan pegawai KPK ke pegawai ASN, proses-proses itu semua sudah jalan, kemudian urusan ini kan urusan terkait lembaga tinggi negara," ucapnya.

Atas dasar itulah, Ngabalin menilai jangan ada pihak yang memaksakan Presiden Jokwi untuk melanggar peraturan dan UU tersebut. Karena menurutnya alih status tersebut sudah ada regulasinya.

"Nah ketika banyak orang meminta Presiden mengambil tindakan ini dan itu, selalu saya bilang bahwa jangan paksakan Presiden untuk melanggar peraturan, Undang-undang, karena itu regulasinya ada, tidak mungkin berada di tangan Bapak Presiden dalam posisi seperti itu," ujarnya.

Lantas bagaimana dengan permintaan para penyidik senior KPK termasuk Harun Al Rasyid? Ngabalin mengungkit pernyataan yang sempat diungkap mereka pada 2019 lalu. Menurutnya saat itu mereka sendiri yang menyatakan lebih baik keluar daripada menjadi ASN KPK.

"Tapi kalau penyidik senior, yang tadi disebut (Harusn Al Rasyid) iya sejak 2019 itu teman-teman di situ sebutkan bahwa ada ingat nggak sempat ditulis juga, tentang pilihan 3 orang kawan-kawan, sahabat-sahabat penyidik itu yang memilih berhenti daripada harus menjadi pegawai aparatur sipil negara, sejak 2019 itu mereka sudah berhenti," ungkapnya.

Ngabalin mengaku heran jika kini ada pihak yang meminta Jokowi untuk membantu nasib mereka. Lebih jauh, dia pun memastikan tidak mungkin Presiden Jokowi bisa terlibat dalam urusan internal lembaga tinggi negara.

"Setelah Presiden keluarkan statemen kemarin mereka berlindung lagi di balik statemen itu, padahal pernyataan serta merta itu kan jelas ya, tes wawasan kebangsaan itu bukan satu-satunya penyebab untuk harus memberhentikan pegawai itu, tentu saja KPK dan BKN pasti tahu, nah dalam posisi ini tidak mungkin, saya pastikan tidak mungkin Presiden bisa terlibat dalam urusan internal dalam urusan lembaga tinggi negara yang dalam Pasal 3 UU 19 tahun 2019 itu menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas fungsi dan wewenang KPK itu independent, tidak bisa diintervensi lembaga manapun," jelasnya.

Ngabalin lantas meminta ke-51 pegawai KPK yang tidak bisa dibina lagi untuk menerima keputusan tersebut. Ngabalin meyakini mereka bisa berkontribusi di tempat lainnya selain KPK.

"Ini satu keputusan yang final, keputusan yang arus kita terima sebagai warga negara, mudah mudahan teman teman dengan potensi dan kemampuan yang ada bisa mengabdi dan beri kontribusi yang terbaik ke bangsa dan negara ini mungkin di tempat lain, tapi tidak di KPK gitu," tuturnya.

Sebelumnya, Harun Al Rasyid, salah satu kepala satuan tugas penyelidikan terbaik yang dimiliki KPK, terancam 'disingkirkan' gara-gara polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Harun menaruh harapan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar para pegawai KPK yang dikenal berintegritas yang termasuk dalam 75 pegawai yang dinyatakan tak lulus TWK itu bisa kembali berkiprah memberantas korupsi.

"Harapan kami ke depan agar presiden, Pak Jokowi sesuai dengan amanat UU kewenangan yang diberikan UU, bisa mengambil alih persoalan ini, karena sudah hampir sebulan kami tidak melakukan pekerjaan apapun sementara kami digaji," kata Harun di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2021).

Harun resah sebab Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK yang menonaktifkan 75 pegawai itu membuat mereka luntang-lantung. Sedangkan semangat pemberantasan korupsi masih membara di dada mereka.

"Tentu ada akibat pengaruh dari proses penonaktifan beberapa kawan ini. Kalau seperti saya ini termasuk tim DPO, yang diberi tugas oleh pimpinan untuk menangkap segera para DPO, tapi dengan SK 652 yang sudah dikeluarkan, tentu saya tidak berbuat banyak, saya sudah menyerahkan tugas dan tanggung jawab itu ke atasan saya," ujarnya(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita