Ogah Bertemu Biden, Presiden Baru Iran Tolak Rundingkan Rudal

Ogah Bertemu Biden, Presiden Baru Iran Tolak Rundingkan Rudal

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Presiden terpilih Iran, Ebrahim Raisi, menunjukkan posisi garis keras dengan menolak untuk merundingkan program rudal balistik maupun dukungan Iran untuk milisi regional. 

Raisi juga secara tegas menolak untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden.

Seperti dilansir Arab News dan Associated Press, Selasa (22/6/2021), Raisi dalam konferensi pers pertama sejak memenangkan pemilu Iran pekan lalu, menjanjikan untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran demi mengamankan pelonggaran sanksi-sanksi AS yang menghancurkan perekonomian Iran.

Namun dia mengesampingkan adanya pembatasan apapun terhadap kemampuan rudal Iran dan dukungan Iran untuk milisi regional -- di antara masalah lain yang dipandang oleh AS sebagai kekurangan dari kesepakatan nuklir yang ingin dibahas pemerintahan Biden.

"Itu tidak bisa dinegosiasikan," tegas Raisi merujuk pada program rudal balistik Iran.

Dia menambahkan bahwa AS 'wajib mencabut semua sanksi-sanksi yang menindas terhadap Iran'.

Lebih lanjut, Raisi menyatakan bahwa kebijakan luar negeri Iran tidak akan terbatas pada kesepakatan nuklir. "Semua sanksi-sanksi AS harus dicabut dan diverifikasi oleh Teheran," tegas Raisi dalam pernyataannya.

Sebelumnya, negara-negara Teluk menyatakan akan berbahaya untuk memisahkan pakta nuklir dari program rudal Iran dan perilaku 'mendestabilisasi' Iran di kawasan Timur Tengah.

Irans new President-elect Ebrahim Raisi speaks during his press conference in Tehran, Iran, Monday, June 21, 2021. Raisi said Monday he wouldnt meet with President Joe Biden nor negotiate over Tehrans ballistic missile program and its support of regional militias, sticking to a hard-line position following his landslide victory in last weeks election. (AP Photo/Vahid Salemi) Ebrahim Raisi (AP Photo/Vahid Salemi)

Armada pesawat tempur Iran sebagian besar berasal dari sebelum Revolusi Islam tahun 1979, yang memaksa Iran untuk berinvestasi dalam rudal sebagai pelindung melawan negara-negara tetangga di kawasan Arab yang diketahui memiliki perlengkapan militer buatan AS senilai miliaran dolar selama bertahun-tahun.

Rudal-rudal milik Iran, dengan batas jangkauan hingga 2.000 kilometer, disebut bisa menjangkau kawasan Timur Tengah dan pangkalan militer AS di kawasan itu.

Iran juga diketahui mendukung kelompok-kelompok militan seperti pemberontak Houthi di Yaman dan Hizbullah di Lebanon untuk mendongkrak pengaruhnya dan melawan musuh-musuh regionalnya.

Saat ditanya lebih lanjut soal kemungkinan pertemuan dengan Biden, Raisi dengan singkat menjawab: "Tidak."

Pada Senin (21/6) waktu setempat, Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki, menyatakan AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Iran atau 'rencana apapun untuk bertemu di level pemimpin, jadi tidak jelas apakah ada yang berubah soal itu'.

Psaki menambahkan bahwa Biden memandang 'pemimpin keputusan adalah pemimpin tertinggi' di Iran. "Itulah perkaranya sebelum pemilu; itulah perkaranya saat ini; itu akan menjadi perkaranya ke depan," sebutnya.

Diketahui bahwa perundingan tengah berlangsung di Wina, Austria, sejak April lalu, agar Iran dan AS bisa kembali pada kepatuhan yang menjadi komitmen kesepakatan nuklir tahun 2015. AS di bawah mantan Presiden Donald Trump meninggalkan kesepakatan itu dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi ke Iran. Iran kemudian melanggar batasan pengayaan uranium yang disepakati sebelumnya demi meminimalisir risiko pengembangan senjata nuklir.

Para pejabat Iran dan negara-negara Barat sama-sama menyebut Raisi tidak mungkin mengubah sikap negosiasi Iran dalam perundingan di Wina, karena Ayatollah Ali Khamenei sebagai pemimpin tertinggi Iran yang memiliki keputusan akhiri untuk semua kebijakan besar.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita