Kritik Pemberihan Lahan Konsesi Kepada PP Pemuda Muhammadiyah, KPA: Seharusnya Diberikan Kepada Masyarakat Yang Berhak

Kritik Pemberihan Lahan Konsesi Kepada PP Pemuda Muhammadiyah, KPA: Seharusnya Diberikan Kepada Masyarakat Yang Berhak

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pemberian Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) kepada Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah seluas 19.685 hektar dari Presiden Joko Widodo menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan masyarakat.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai tanah yang tersebar di Kecamatan Babat Supat, Keluang, Sungai Lilin dan Batang Hari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan itu sebagai TORA seharusnya diberikan kepada masyarakat yang berhak dalam bentuk hak atas tanah secara penuh sesuai Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.

"Dalam reforma agraria istilah kelola lahan itu tidak ada. Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) itu diberikan kepada masyarakat yang berhak dalam bentuk hak atas tanah secara penuh sesuai UUPA 1960 dan Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria," ujar Sekjen KPA Dewi Kartika kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Kamis (24/3).

Menurut Dewi, arti penting dan fungsi sosial tanah dan seluruh sumber-sumber agraria sejatinya telah diatur prinsipnya di dalam Konstitusi UUD 1945 dan UUPA 1960. Karena itu, perlu diingatkan bahwa negara dalam hal ini pemerintah bukanlah pemilik tanah.

Selain itu, Dewi Kartika juga menyebut Pemuda Muhammadiyah secara institusi bukanlah subyek yang tepat bagi reforma agraria. Sebab, TORA wajib diberikan terlebih dahulu kepada petani tidak bertanah (buruh tani), petani kecil (gurem), petani penggarap, nelayan tradisional, masyarakat miskin, masyarakat adat dan masyarakat setempat.

"Yang menggantungkan hidupnya pada kebudayaan agraris, mengalami ketimpangan dan konflik agraria struktural. Merekalah yang paling berhak," tegasnya.

Apalagi, sambung Dewi, lahan seluas 19 ribu hektar lebih yang tersebar di Kecamatan Babat Supat, Keluang, Sungai Lilin dan Batang Hari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin itu adalah tanah-tanah yang telah digarap sejak lama oleh masyarakat.

Bahkan ada yang telah menjadi kampung serta desa-desa definitif, yang seharusnya sudah sejak lama dilepaskan dari klaim negara atau pun perusahaan di atasnya.

"Artinya, masyarakat setempatlah dan/atau kelompok prioritas tersebut di atas lah yang paling berhak," cetusnya.

Lebih lanjut, Dewi menyatakan bahwa dari sisi luasan, tanah seluas 19 ribu hektar lebih yang berasal dari TORA tersebut patut dipertanyakan dan diklarifikasi oleh para pihak. Dari sisi luasan yang fantatis, kata dia, telah melanggar Perpres Reforma Agraria.

"Jika direalisasikan, sebagaimana pengakuan PP Pemuda Muhammadiyah, ini merupakan contoh buruk dari praktik monopoli penguasaan tanah oleh segelintir kelompok yang difasilitasi negara," katanya.

"Dalam kasus ini, artinya hak monopoli tanah diberikan dalam holding PP Pemuda Muhammadiyah dan cabang usaha/badan yang mungkin akan dibentuknya ke depan," pungkas Dewi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla sebelumnya mengatakan pengelolaan lahan 19 hektare itu adalah komitmen Presiden Jokowi yang mendukung agenda ekonomi dan kewirausahaan Pemuda Muhammadiyah.

Lahan tersebut nantinya, kata Dzulfikar, akan dimanfaatkan, dan dikembangkan untuk pengelolaan sampah mandiri, pengembangan peternakan, dan pengembangan hidroponik.

"Berbasis pemberdayaan masyarakat," kata Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla pada Rabu (24/3).(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita